Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan: Jaringan Transport Air

BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
    Air merupakan komponen yang sangat vital bagi tanaman karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makromolekul dan senyawa-senyawa berberat molekul rendah yang terakumulasi serta mempengaruhi membran sel dan potensial air sel tanaman. Kebutuhan air pada tanaman dapat terpenuhi dengan adanya penyerapan air oleh akar. Jumlah air yang diserap oleh akar sangat bergantung pada kandungan air tanah, kemampuan partikel tanah untuk menahan air serta kemampuan akar untuk menyerap air (Nio et al., dalam Ai dan Patricia, 2013).
    Air diserap tanaman melalui akar bersama-sama dengan unsur-unsur hara yang terlarut di dalamnya, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman, terutama daun, melalui pembuluh xilem. Pembuluh xilem pada akar, batang dan daun merupakan suatu sistem yang kontinu, yakni berhubungan satu sama lain. Untuk dapat diserap oleh tanaman, molekul-molekul air harus berada pada permukaan akar. Dari permukaan akar ini air (bersama bahan-bahan yang terlarut) diangkat menuju pembuluh xilem. Lintasan pergerakan air dari permukaan akar menuju pembuluh xilem ini disebut lintasan radial pergerakan air (Lakitan, 2010).
    Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan sebuah praktikum untuk mengetahui dengan jelas jaringan yang berperan bagi pertumbuhan tanaman terkait proses penyerapan air dan unsur terlarut.
I.2 Tujuan Praktikum
    Tujuan pada praktikum ini adalah untuk menggambarkan dan menjabarkan jaringan yang berperan bagi pertumbuhan tanaman dikaitan dengan proses penyerapan air dan unsur terlarut, pada tumbuhan.
I.3 Waktu dan Tempat Praktikum
    Praktikum dilaksanakan pada hari ----------------- pukul 14.00 – 17.00 WITA bertempat di Laboratorium Botani, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum
    Akar tanaman harus bekerja efisien dalam menyerap dan mentranspor air dari tanah untuk memenuhi kebutuhan transpirasi. Namun, kondisi lingkungan yang mengalami kekurangan air dapat mengganggu kesetimbangan air tanaman (Grossnickle, dalam Prihastanti, dkk., 2015). Kekurangan air (umumnya dikenal sebagai kekeringan) dapat didefinisikan sebagai tidak adanya kelembaban yang memadai untuk pertumbuhan normal tanaman dan menyelesaikan siklus hidup (Zhu, dalam Prihastanti, dkk., 2015). Ada dua proses kehilangan air pada tanaman, yaitu evaporasi dan transpirasi. Proses kehilangan air yang disebabkan penguapan oleh permukaan tanah dan badan air disebut evaporasi. Sedangkan kehilangan air yang disebabkan oleh penguapan melalui bagian dalam tubuh tanaman disebut sebagai peristiwa evapotranspirasi (Purba, dalam Torey, dkk., 2013).
    Menurut Purwanto dan Agustono (2010), cekaman kekeringan merupakan kondisi di mana kadar air tanah berada pada kondisi yang minimum untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Gardner di dalamnya menyatakan bahwa pengaruh cekaman kekeringan pada stadi vegetatif dapat mengurangi laju pelebaran daun dan menyebabkan penutupan stomata. Lebih lanjut Yasemin di dalamnya juga menyatakan bahwa selama terjadi cekaman kekeringan, terjadi penurunan laju fotosintesis yang disebabkan oleh penutupan stomata dan terjadinya penurunan transpor elektron dan kapasitas fosforilasi di dalam kloroplas daun.
    Selama siklus hidupnya tanaman memperoleh air dengan cara menyerap air dari lingkungannya. Proses penyerapan ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor tanaman. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah kandungan air tanah, kelembaban udara dan suhu tanah. Faktor tanaman yang berpengaruh adalah efisiensi perakaran, perbedaan tekanan difusi air tanah ke akar dan keadaan protoplasma tanaman (Nofyangtri, dalam Ai dan Patricia, 2013).
    Kemampuan tanaman untuk mengangkut air ke daun berhubungan dengan kelangsungan hidup tanaman. Penyediaan air ke daun tergantung pada keberadaan kolom air pada xilem dari akar ke pucuk. Apabila saluran tidak terisi air dalam waktu lama maka dapat menyebabkan tekanan hidrolik di dalam xilem menurun (Sperry dan Pockman, dalam Prihastanti, 2010).
    Tumbuhan vaskular memiliki dua jenis jaringan vaskular, yakni xilem dan floem. Xilem (xylem) mengangkut sebagian besar air dan mineral. Xilem dari kebanyakan tumbuhan mencakup trakeid, yakni sel-sel berbentuk tabung yang membawa air dan mineral dari akar. Karena tumbuhan nonvaskular tidak memiliki trakeid, tumbuhan vaskular kerap diacu sebagai trakeofit. Sel-sel pengangkut air pada tumbuhan vaskular telah terlignifikasi (dinding selnya diperkuat oleh polimer fenolik bernama lignin) sehingga memungkinkan tumbuhan vaskular untuk tumbuh tinggi karena dapat memberikan dukungan melawan gravitasi serta mentranspor air dan nutrien mineral jauh ke atas tanah. Adapula jaringan pengangkut berupa floem (phloem) yang memiliki sel-sel yang tersusun menjadi tabung-tabung yang mengedarkan gula, asam amino dan produk-produk organik lainnya (Campbell, dkk., 2010).

II.2 Mekanisme Pengangkutan Air oleh Berkas Vaskular
    Berkas vaskular terdiri atas dua macam jaringan yang bekerja berlainan, yaitu xilem dan floem. Xilem dan floem adalah jaringan seperti tabung yang berperan dalam sistem pengangkutan. Air dan mineral dari dalam tanah akan diserap oleh akar kemudian diangkut melalui xilem ke bagian batang dan daun tumbuhan. Zat makanan yang dibuat di daun akan diangkut melalui floem ke bagian lain tumbuhan yang memerlukan zat makanan (Toto dan Lia, 2017).
    Komunikasi interselular adalah suatu fitur intrinsik yang esensial pada setiap organisme multiseluler. Tumbuhan sendiri melakukan komunikasi interseluler melalui jalur simplastik dan apoplastik. Nutrisi, hormon dan molekul persinyalan lainnya yang dilepas dalam jalur apoplas akan diangkut ke dalam sel oleh pembawa tertentu atau reseptor membran untuk memicu jalur persinyalan (Van Norman et al., dalam Alfonso, dkk, 2014). Plasmodesmata merupakan saluran yang menghubungkan sitoplasma antar sel-sel tetangga dan berperan dalam menyediakan jalur simplas untuk pengangkutan molekuler dari sel ke sel lainnya (Maule, dkk., dalam Alfonso, dkk., 2014).
    Pengangkutan ion melalui lintasan apoplas ini tidak dapat berlangsung seluruhnya dari epidermis ke pembuluh xilem. Hal ini disebabkan karena adanya Pita Casparian yang bersifat impermeabel. Pada posisi ini, pengangkutan ion selanjutnya dikendalikan oleh membran plasma sel-sel endodermis. Membran ini mengendalikan laju pengangkutan dan jenis ion yang akan diangkut ke pembuluh xilem (Lakitan, 2010)
    Proses pengangkutan ion berlangsung melalui dinding sel dari epidermis ke endodermis. Sementara itu, sebagian ion akan pula diserap oleh sel-sel yang dilaluinya, masuk ke sitosol dari sel-sel tersebut sehingga ion-ion ini diangkut melalui lintasan simplas. Untuk ion-ion yang diserap langsung oleh sel-sel epidermis akan diangkut ke pembuluh xilem secara simplastik, melintasi beberapa lapis sel korteks, sel endodermis dan sel-sel perisikel. Pengangkutan ini melintasi dinding sel, lamela tengah dan plasma membran atau pengangkutan berlangsung melalui plasmodesmata. Namun terlepas dari lintasan mana yang dilalui dalam pergerakan ion dari permukaan akar menuju pembuluh xilem, yang pasti ion-ion tersebut harus masuk ke dalam sel-sel mati yang membentuk pembuluh xilem. Dengan demikian, sel-sel perisikel pada satu sisi akan berperan dalam proses penyerapan ion dari sel-sel hidup di sekitarnya sedangkan adapula sisi lainnya yang berfungsi untuk mengeluarkan ion-ion tersebut menuju ke pembuluh xilem (Lakitan, 2010).
    Pembuluh xilem disusun oleh beberapa jenis sel, namun bagian yang berperan penting dalam proses pengangkutan air dan mineral ini adalah sel-sel trakea. Bagian ujung sel trakea terbuka membentuk pipa kapiler sehingga memungkinkan air untuk bergerak dari sel trakea satu ke sel trakea yang di atasnya mengikuti prinsip kapilaritas dan kohesi air dalam sel trakea xilem. Air akan mengalir masuk dari korteks akar, menghasilkan suatu tekanan positif yang memaksa cairan naik ke pembuluh xilem (Toto dan Lia, 2017).

II.3 Faktor Pendorong Pengangkutan Air secara Vertikal
    Pada tanaman darat, air dan mineral diserap dari tanah oleh akar dan diangkut melalui jaringan xilem ke daun. Beberapa jenis pohon dapat mengangkut air pada jarak vertikal lebih dari 100 meter, mulai dari akar hingga pucuk daun tertinggi. Kemampuan ini telah menarik perhatian para ilmuwan selama berabad-abad dalam hal pengkajian tanaman hidraulik (Kim, dkk., 2014).
    Air dapat bergerak secara vertikal dari akar ke daun karena adanya beberapa faktor pendorong yang diterangkan dalam teori-teori sebagai berikut.
II.3.1 Teori Tekanan Akar
    Pada awalnya, diperkirakan air naik ke bagian atas tanaman karena adanya tekanan dari akar. Hal ini didasarkan atas fakta bahwa jika batang tanaman dipotong dan kemudian dihubungkan dengan selang manometer air raksa, maka air di dalam selang akan terdorong ke atas oleh tekanan yang berasal dari akar. Tetapi dari hasil pengukuran yang intensif pada pada berbagai jenis tanaman, maka besarnya tekanan tersebut umumnya tidak lebih dari 0,1 MPa (mega pascal). Selain itu, tekanan akar hanya teramati saat laju transpirasi rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa tekanan akar adalah relatif rendah dan tidak terjadi pada semua spesies tanaman dan juga hanya terjadi pada kondisi lingkungan yang menghambat laju transpirasi. Dengan demikian tekanan akar bukan merupakan mekanisme yang andal untuk menjelaskan pergerakan vertikal air di dalam pembuluh xilem (Lakitan, 2010). Walaupun bukan faktor pendorong gerakan vertikal air, tekanan akar merupakan faktor penyebab tumbuhan mengalami gutasi. Gutasi merupakan proses keluarnya air yang berlebih pada malam hari melalui katup pelepasan (hidatoda) pada daun. Air dari korteks akan menghasilkan suatu tekanan positif yang memaksa cairan naik ke xilem (Toto dan Lia, 2017).
II.3.2 Teori Kapilaritas
    Proses pengangkutan materi atau bahan pada tumbuhan (disebut translokasi) bekerja berdasarkan sistem kapilaritas. Translokasi terjadi dalam sistem khusus pembuluh-pembuluh pengangkut (Toto dan Lia, 2017). Tegangan permukaan menyebabkan terbentuknya bagian yang tinggi dan rendah pada cairan dalam tabung yang sempit. Efek inilah yang disebut dengan kapilaritas, yaitu peristiwa naik atau turunnya permukaan zat cair pada pipa kapiler (Safitri, 2015).
    Pipa kapiler memiliki bentuk yang hampir menyerupai sedotan akan tetapi diameternya sangat kecil. Apabila salah satu ujung pipa kapiler dimasukkan ke dalam air, maka air yang berada pada pipa tersebut akan lebih tinggi daripada air yang berada di sekitar pipa kapiler. Begitu pula pada batang tanaman, air yang berada pada batang tanaman akan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan air yang berada pada tanah. Kapilaritas batang dipengaruhi oleh adanya gaya kohesi dan adhesi (Toto dan Lia, 2017).
II.3.3 Teori Sel Pemompa
    Ilmuwan pada abad ke-19 meyakini bahwa pergerakan vertikal air dari akar ke daun adalah karena adanya peranan sel-sel khusus yang berfungsi memompakan air ke atas. Sel-sel ini diperkirakan berada pada setiap interval jarak tertentu dan pada posisi yang berurutan secara suksesif. Setiap sel pemompa bertugas memompakan air sampai pada posisi sel pemompa yang berada di atasnya. Hal ini berlangsung secara kontinu dari akar sampai ke daun. Tetapi hasil kajian anatomis yang teliti gagal menemukan keberadaan sel-sel pemompa ini. Selain itu, telah diketahui bahwa pergerakan vertikal air sebagian besar melalui bagian yang mati dari tanaman (pembuluh xilem dan dinding sel), bukan melalui bagian sel-sel yang hidup sehingga teori ini tidak dapat diterima untuk menjelaskan pergerakan vertikal air di dalam tubuh tumbuhan (Lakitan, 2010).
II.3.4 Teori Kohesi
    Molekul-molekul air tetap saling berdekatan akibat ikatan hidrogen. Walaupun susunan molekul-molekul dalam sampel air dalam bentuk cairan terus-menerus berubah, setiap saat banyak molekul air yang ditautkan oleh banyak ikatan hidrogen. Tautan ini menjadikan air lebih terstruktur daripada sebagian besar cairan lain. secara kolektif, ikatan-ikatan hidrogen tersebut mempertahankan keutuhan air, fenomena yang disebut kohesi (cohesion). Kohesi akibat ikatan hidrogen berkontribusi dalam pengangkutan air dan nutrien terlarut melawan gravitasi dalam tumbuhan. Air dari akar mencapai daun melalui jejaring sel-sel pengangkut air. Ketika air menguap dari daun, ikatan hidrogen menyebabkan molekul air yang meninggalkan vena menarik molekul-molekul yang terletak lebih ke bawah. Tarikan ke atas yang diteruskan ini bergerak melalui sel-sel pengangkut air sampai ke akar. Adhesi (adhesion) merupakan peristiwa perlekatan suatu zat ke zat lain, juga ikut berperan dalam mekanisme ini. Adhesi air ke dinding sel melalui ikatan hidrogen membantu melawan tarikan gravitasi ke bawah (Campbell, dkk., 2010).
    Menurut Prihastanti, dkk. (2015), kohesi yang merupakan daya tarik menarik antar molekul sejenis dan daya inilah yang ikut berperan dalam pergerakan air dalam lintasan mulai dari tanah, melalui epidermis, korteks dan endodermis, masuk ke jaringan pembuluh akar, naik melalui unsur xilem, masuk ke daun. Molekul tersebutnya akhirnya ke stomata untuk kemudian ditranspirasikan ke atmosfer. Cruiziat et al., dalam Prihastanti, dkk. (2015) mengatakan bahwa struktur khusus lintasan ini (diameter kecil dan dinding tebal daun, serta kemampuan hidrasi dinding sel terutama di daun membuat sistem ini berfungsi.
    Lingkungan khusus memiliki daya kohesi demikian tinggi. Oleh karena itu, apabila air tertarik oleh osmosis dan terjadi penguapan di titik tertentu di dinding sel pada puncak pohon yang tinggi, maka tarikan tersebut berlanjut di sepanjang jalur ke bawah, melalui batang dan akar sampai ke tanah. Kolom air dalam pipa tegak berukuran besar biasanya mudah merongga (embolisme). Embolisme adalah terputusnya kolom air dan terbentuknya gelembung udara, menghambat aliran air dalam kolom itu, dapat menyebabkan kematian tajuk, cabang bahkan seluruh tanaman (Tyree et al., dalam Prihastanti, dkk., 2015).

BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
    Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, gelas objek, cover glass, pipet tetes, 2 gelas kimia, kertas saring, 2 botol kaca, silet, dan kamera.
III.1.2 Bahan
    Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman pacar air Impatiens balsamina, sirih Peperomia pellucida, air destilata, dan pewarna (safranin dan bromtimol biru).
III.2 Tahapan Kerja
Adapun tahapan kerja praktikum adalah sebagai berikut:
  1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
  2. Dicampurkan air destilata dengan pewarna safranin dan bromtimol biru dalam gelas kimia yang berbeda lalu disaring menggunakan kertas saring.
  3. Dimasukkan kedua larutan ke dalam dua botol kaca berbeda.
  4. Dimasukkan tanaman pacar air Impatiens balsamina dalam botol kaca berisi larutan safranin hingga seluruh bagian akarnya terendam.
  5. Dimasukkan tanaman sirih Peperomia pellucida dalam botol kaca berisi larutan bromtimol biru hingga seluruh bagian akarnya tumbuhan terendam dalam larutan.
  6. Diamati apabila air yang telah dicampur dengan pewarna mulai naik ke dalam batang tanaman.
  7. Dibuat preparat sayatan melintang batang kedua tumbuhan dan diamati di bawah mikroskop.
  8. Diambil gambar hasil perbesaran sampel oleh mikroskop menggunakan kamera.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Impatiens balsamina

    Gambar di atas merupakan rangkaian alat sampel Impatiens balsamina. Larutan merupakan campuran dari air destilata dan pewarna berupa safranin. Perendaman akar dilakukan selama ±30 menit. Dari proses perendaman, air akan diserap oleh pembuluh xilem naik ke batang. Langkah selanjutnya adalah pembuatan preparat irisan melintang batang sampel untuk kemudian diamati menggunakan mikroskop.
penampang melintang batang dikotil
    Hasil pengamatan di atas merupakan penampang sayatan melintang akar Impatiens balsamina yang diamati di bawah mikroskop. Dari gambar tampak jaringan epidermis dan endodermis tersusun atas selapis sel saja. Selain itu, terdapat empat berkas pengangkut yang di antaranya diisi oleh jaringan parenkim. Dapat dilihat beberapa titik berwarna merah yang cenderung berada di sekitar floem mengarah ke empulur. Warna merah tersebut merupakan zat pewarna antosianin yang dihasilkan oleh tumbuhan itu sendiri. Tampak pula titik-titik air di sekitar xilem yang menandakan telah terjadinya proses pengangkutan.

IV.2 Peperomia pellucida
    Gambar di atas merupakan rangkaian alat untuk tanaman sirih Peperomia pellucida. Larutan yang digunakan untuk sampel ini merupakan campuran air destilata dengan pewarna bromtimol biru. Sampel yang telah direndam selama ±30 menit dalam larutan kemudian dikeluarkan untuk kemudian dibuatkan preparat sayatan melintang pada batang. Preparat lalu diamati di bawah mikroskop.
penampang melintang batang dikotil
    Hasil pengamatan preparat sayatan melintang batang pada sampel Peperomia pellucida memperlihatkan ada lima buah berkas vaskular yang tersusun tidak beraturan. Berbeda dengan Impatients balsamina, tidak terdapat endodermis dalam pada batang Peperomia pellucida. Selain itu, Peperomia pellucida merupakan golongan tumbuhan tingkat rendah di mana sistem pengangkutannya lebih sederhana. Air masuk secara difusi dibantu oleh adanya aliran sitoplasma dalam sel tumbuhan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
    Praktikum yang telah dilakukan menarik kesimpulan bahwa tumbuhan terdiri atas berbagai macam jaringan yang memiliki fungsi khusus masing-masing. Adapun jaringan yang berperan dalam proses pengangkutan air dan unsur hara dari dalam tanah ialah pembuluh xilem. Dimulai dari permukaan akar, zat yang diserap akan berdifusi masuk dan bergerak radial menuju pembuluh xilem lalu dengan adanya daya kapilaritas batang, zat tersebut mampu bergerak secara vertikal ke seluruh bagian tumbuhan.
V.2 Saran
    Sebaiknya praktikan dapat melakukan tiap tahapan prosedur sendiri dalam pengawasan asisten dan menggunakan sampel yang telah dibuat dalam proses praktikum di dalam laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA


Ai, N.S. dan P. Torey, 2013. Karakter Morfologi Akar sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman. Jurnal Biologos. Vol.3(1):31-29.

Benitez-Alfonso, Y., 2014. Symplastic Intercellular Transport from a Developmental Perspective. Journal of Experimental Botany. Vol.65(7):1857-1863.

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky, dan R.B. Jackson, 2010. Biologi Jilid 1. Erlangga, Jakarta.

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky, dan R.B. Jackson, 2010. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Kim, H.K., J. Park, dan I. Hwang, 2014.  Investigating Water Transport Through the Xylem Network in Vascular Plants. Journal of Experimental Botany. Vol.65(7):1895-1904.

Lakitan, B., 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Pers, Jakarta.

Maryani, A.T., 2012. Pengaruh Volume Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Utama. Jurnal Agroteknologi. Vol.1(2):64-74.

Prihastanti, E., 2010. Perubahan Struktur Pembuluh Xilem Akar Kakao (Theobroma cacao L.) dan Gliciridia sepium pada Cekaman Kekeringan. Jurnal BIOMA. Vol.12(1):24-28.

Prihastanti, E., S. Tjitrosemito, D. Sopandie, dan I. Qoyyim, 2015. Pertumbuhan Fineroot Kakao (Theobroma cacao) pada Cekaman Kekeringan Selama 13 Bulan di Kawasan Agroforesti dengan Pohon Pelindung Utama Gamal (Gliricidia sepium). Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. Vol.1(7):1683-1688.

Prihastanti, E., S. Tjitrosemito, D. Sopandie, dan I. Qoyyim, 2015. Persentase Kavitasi, Rasio Struktur Pembuluh Akar Kakao dan Kandungan Air Tanah pada Kedalaman Tanah yang Berbeda. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. Vol.1(7):1689-1692.

Purwanto dan T. Agustono, 2010. Kajian Fisiologi Tanaman Kedelai pada Berbagai Kepadatan Gulma Teki dalam Kondisi Cekaman Kekeringan. Jurnal Agroland. Vol.17(2):85-90.

Safitri, I., 2015. Pembelajaran Tekanan Hidrostatik, Kapilaritas dan Debit Zat Cair Melalui Power Point, Video dan Modul Eksperimen. Jurnal Edu Science. Vol.2(2):13-18.

Torey, P.C., N.S. Ai, P. Siahaan, dan S.M. Mambu, 2013. Karakter Morfologi Akar sebagai Indikator Kekurangan Air pada Padi Lokal Superwin. Jurnal Bios Logos. Vol.3(2):57-64.

Toto dan L. Yulisma, 2017. Analisis Aplikasi Konsep Gaya dalam Fisika yang Berkaitan dengan Bidang Biologi. Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika. Vol.3(1):63-72.



Tidak untuk disalin! 
Artikel ini dibagikan untuk memberi contoh dan menginspirasi:)

1 comment:

/>