Laporan Praktikum Genetika: Peniruan Pindah Silang (Crossing Over)

BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
    Dua buah gen yang berangkai akan cenderung untuk tetap bersama-sama di dalam gamet yang terbentuk. Akan tetapi, di antara keduanya masih terdapat pula kemungkinan untuk mengalami segregasi dan rekombinasi sehingga akan diperoleh kombinasi gen-gen seperti yang dijumpai pada gamet tipe rekombinasi. Terjadinya segregasi dan rekombinasi dua buah gen berangkai ini tidak lain karena mereka mengalami peristiwa yang dinamakan pindah silang atau crossing over, yaitu pertukaran materi genetik (gen) di antara kromosom-kromosom homolog (Susanto, 2011).
    Dalam proses gametogenesis organisme eukariotik, terjadi peristiwa pindah silang antara kromosom homolog. Secara lebih spesifik, peristiwa tersebut tejadi dalam tahap profase dari meiosis I. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang kritis untuk segregasi kromosom dan pertukaran informasi genetik antara kedua kromosom homolog (Brown, dkk., 2013).
    T.H. Morgan menyatakan bahwa peristiwa pindah silang dapat mematakan koneksi fisik antar alel pada gen-gen dalam kromosom. Eksperimen selanjutnya menunjukkan bahwa peristiwa pindah silang terjadi karena rekombinasi dari gen-gen berangkai. Dalam peristiwa pindah silang, protei-protein tertentu bertanggung jawab dalam mengatur pertukaran segmen yang sesuai (Campbell, dkk., 2017). Berdasarkan penjabaran di atas, maka perlu dilakukan sebuah praktikum untuk memahami peristiwa pindah silang sebagai mekanisme penting dalam kombinasi baru gen.
I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
  1. Memahami dasar genetika pindah silang (crossing over) sebagai mekanisme penting dalam kombinasi baru gen.
  2. Melakukan simulai berbagai bentuk pindah silang.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
    Adapun percobaan ini dilaksanakan pada hari --- pukul 14.00 – 17.00 WITA bertempat di Laboratorium Genetika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Crossing Over
    Selama meiosis, di waktu pembentukan gamet-gamet kerap kali terjadi proses pindah silang. Pindah silang atau dalam bahasa inggris adalah crossing over, merupakan proses penukaran segmen dari kromatid-kromatid bukan kakak beradik (non-sister chromatids) dari sepasang kromosom homolog. Pindah silang terjadi ketika meiosis I, yaitu pada saat kromosom telah mengganda menjadi 2 kromatid. Tempat persilangan dua kromatid disebut kiasma (jamak: kiasmata). Kromatid-kromatid yang bersilang itu melekat dan putus di bagian kiasma, kemudian tiap potongan itu melekat pada kromatid di sebelahnya secara timbal balik (Suryo, 2008).
    Meiosis adalah proses reduksi materi genetik sel dari somatik ke gamet. Proses tersebut berguna agar supaya volume materi genetik dapat tetap sesuai melalui fusi gamet. Hal terpenting dari proses ini adalah kolokalisasi dan pemasangan dari kromosom homolog selama pembagian meiosis pertama agar supaya distribusi materi genetik antar sel anakan dapat teratur (Barlow dan Hulten, 1998).
    Dari pengertian tersebut, maka dapat disederhanakan batasan tentang gamet tipe parental dan gamet tipe rekombinasi. Gamet tipe parental adalah gamet dengan susunan gen yang sama dengan susunan gen pada individu, sedang gamet tipe rekombinasi adalah gamet yang susunan gennya merupakan rekombinasi susunan gen pada individu. Maka gemt tipe parental bukanlah gamet hasil pindah silang sedangkan gamet tipe rekombinasi adalah gamet hasil pindah silang (Suryo, 2008).

II.2 Jenis Crossing Over
Pindah silang dibagi atas dua jenis (Suryo, 2008), yakni:
  1. Pindah silang tunggal, merupakan pindah silang yang terjadi pada satu tempat. Dengan terjadinya pindah silang itu akan terbentuk 4 macam gamet. Dua macam gamet dinamakan gamet tipe parental karena memiliki gen-gen seperti yang dimiliki induknya (parentalnya). Dua macam gamet lainnya dinamakan gamet tipe rekominasi karena merupakan gamet-gamet tipe baru sebagai hasil adanya pindah silang. Gamet-gamet tipe parental dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak karena tidak mengalami gangguan pindah silang, sedangkan gamet-gamet tipe rekombinasi dibentuk lebih sedikit. Akibatnya, keturunan yang mempunyai sifat-sifat seperti parental selalu berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan keturunan tipe rekombinasi.
  2. Pindah silang ganda, merupakan pindah silang yang terjadi di dua tempat. Agar supaya adanya pindah silang ganda (double crossing over) selama meiosis dapat diketahui dari adanya tipe-tipe parental dan tipe-tipe rekombinasi di dalam keturunan, maka sebaiknya diperhatikan 3 buah gen yang berangkai pada satu kromosom. Dengan kata lain, harus digunakan individu trihibrid.
II.3 Mekanisme Crossing Over
    Rekombinasi atau pindah silang terjadi ketika kromosom homolog mengalami sinapsis selama tahap pertama meiosis. Selama sinapsis, pematahan dan penyambungan-kembali kromatid terjadi. Jika dua segmen dari kromatid yang patah menyambung kembali, kromatid itu masih akan diwariskan sebagai unit kesatuan. Akan tetapi, jika patahan terjadi pada posisi yang sama pada dua kromatid yang berdekatan, maka kadang-kadang segmen tersebut mengubah pasangannya, yang membentuk kromatid rekombinan. Jika dua kromatid berasal dari satu homolog, yaitu tergabung pada sentromernya (dinamakan sister chromatid), pindah silang tidak mempunyai pengaruh, karena sister chromatid merupakan kembaran dari satu sama lainnya. Akan tetapi, jika dua kromatid tersebut adalah non-sister chromatid (satu dari homolognya dan satu dari yang lain), pinda silang menyebabkan pertukaran seimbang dari gen antara kromosom homolog (Nicholas, 2004)

crossing over
Gambar II.3
Empat tahap yang dilibatkan dalam pindah silang antara sepasang
kromosom homolog (Nicholas, 2004)

    Peristiwa pindah silang akan menyebabkan terbentuknya gamet tipe rekombinasi. Sementara itu, persentase gamet tipe rekombinasi sampai denga batas tertentu (kurang lebih 20%) memperlihatkan korelasi positif dengan jarak fisik antara dua gen berangkai. Dengan demikian, besarnya persentase pindah silang juga menggambarkan jarak fisik antara dua gen yang berangkai.
    Adapun di antara tiga buah gen berangkai, misalnya gen-gen dengan urutas A-B-C, dapat terjadi tiga kemungkinan pindah silang. Pertama, pindah silang terjadi antara A dan B atau pindah silang pada interval I. Kedua, pindah silang terjadi antara B dan C atau pindah silang pada interval II. Ketika, pindah silang terjadi antara A dan B sekaligus antara B dan C. Kemungkinan yang terakhir ini dinamakan sebagai pindah silang ganda atau double crossing over.
    Sesuai dengan banyaknya jenis pindah silang yang terjadi, gamet tipe rekombinasi yang dihasilkan ada tiga macam, yaitu gamet tipe rekombinasi hasil pindah silang pada interval I, gamet tipe rekombinasi hasil pindah silang pada interval II dan gamet tipe rekombinasi hasil pindah silang ganda. Kalau dimisalkan bahwa kedudukan ketiga gen berangkai tersebut seperti pada gambar II.4, maka gamet tipe rekombinasi yang dihasilkan adalah Abc dan aBC (hasil pindah silang I), Abc dan abC (hasil pindah silang II) serta AbC dan aBc (hasil pindah silang ganda). Selain itu ada juga gamet tipe parental, yaitu ABC dan abc (Susanto, 2011).

II.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Crossing Over
    Banyak faktor-faktor ekstrinsikdan intrinsik yang diketahui turut serta dalam mempengaruhi laju pindah silang. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin, umur, temperatur, proksimitas (kedekatan) dengan sentromer atau daerah-daerah heterokromatik (daerah-daerah yang berwarna gelap jika diwarnai, diduga tidak banyak membawa informasi genetik), penyimpangan-penyimpangan kromosomal, misalnya inversi, dan masih banyak lagi (Elrod dan William, 2007).
    Namun di antara banyaknya faktor yang memengaruhi laju pindah silang, faktor yang paling menonjol adalah proksimitas. Semakin jauh jarak dua lokus pada kromosom yang sama, semakin besar peluang terjadinya pindah silang di antara keduanya, dan oleh karena itu semakin besar fraksi rekombinasinya. Untuk lokus yang terletak sangat berjauhan pada kromosom yang sama, gamet rekombinan sama frekuensinya dengan gamet non-rekombinan, yang menyebabkan nilai fraksi rekombinasi maksimum 50% (Nicholas, 2004).
    Pautan gen, terjadi karena gen berada pada satu kromosom yang sama. Apabila dua gen pada kromosom sama dan letaknya berjauhan maka dapat terjadi pindah silang saat meiosis. Jika kedua gen itu berdekatan maka sulit terjadi pindah silang sehingga tidak menghasilkan tipe rekombinan. Adanya pautan merupakan salah satu sebab tidak sesuainya hasil persilangan dengan Hukum Mendel. Hal ini sesuatu yang wajar karena hukum Mendel terjadinya pada kromosom yang berbeda bukan pada kromosom yang sama (Nusantari, 2013).

II.5 Manfaat Crossing Over
    Jika dua lokus berada sangat berdekatan pada kromosom yang sama, maka fraksi rekombinasi yang diamati sangat rendah dan lokus tersebut dikatakan bersifat terpaut erat.Pindah silang memberikan fasilitas dalam pertukaran DNA antara kromosom perempuan dan laki-laki. Dengan pertukaran DNA tersebut, akan dihasilkan kombinasi baru dari alel induk dan meningkatkan keanekaragaman genetik dari produk meiotik. Selain itu, pindah silang memiliki fungsi penting dalam menjaga koneksi fisik antara kromosom homolog yang penting untuk ko-orientasi dan pemisahan dalam pembelahan meiosis pertama (Jones dan Chris, 2006).
    Sedangkan menurut Dumont (2017), dalam data genetika, peristiwa pindah silang akan mengacak alel yang diturunkan menjadi kombinasi multilokus baru dan berfungsi sebagai penentu utama dari tipe haploid keragaman dalam suatu populasi. Selain itu, pindah silang dapat menurunkan resiko adanya gen merusak di dalam suatu populasi karena peristiwa pindah silang akan memisahkan alel dari varian yang merusak. Bukti molekuler terkini bahkan menunjukkan poin untuk kemungkinan bahwa mekanisme rekombinasi itu sendiri mutagenik dan oleh karena itu, secara langsung berkontribusi dalam keragaman DNA di seluruh genom mamalia.
    Di samping itu, dari data hasil silang, maka dapat dimanfaatkan untuk membuat peta kromosom (peta genetik). Di dalam peta kromosom, tiap kromosom disebut sebagai satu kelompok gen berangkai (linkage group), yang terdiri atas sederetan gen-gen dengan urutan dan jarak tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya pembuatan peta kromosom meliputi penentuan urutan gen pada satu kromosom dan penghitungan jarang antara gen yang satu dan yang lainnya (Susanto, 2011).
    Pada dasarnya pemetaan genetik didasarkan pada prinsip bahwa gen (marka atau lokus) bersegregasi melalui rekombinasi kromosom selama proses meiosis sehingga memungkinkan para pemulia melakukan analisis segregasi gen tersebut pada individu-individu turunannya (Paterson 1996). Gen atau marka DNA yang saling berdekatan (tightly-linked markers) diwariskan secara bersama-sama dari tetua kepada progeninya dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan gen atau marka yang letaknya berjauhan satu dengan lainnya (Gambar 1). Pada suatu populasi yang bersegregasi, genotipe tetua maupun genotipe heterozigot (rekombinan) akan diwariskan pada generasi berikutnya sebagai hasil persilangan dari kedua tetua (Reflinur dan Puji, 2015).

BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
    Alat-alat yang digunakan dalam melakukan percobaan ini adalah alat tulis-menulis.
III.1.2 Bahan
    Bahan-bahan yang digunakan dalam melakukan percobaan ini adalah plastisin berbagai warna dan kertas putih.
III.2 Prosedur Kerja
III. 2.1 Kebakaan
Adapun prosedur kerja percobaan ini adalah sebagai berikut:
  1. Plastisin berbagai dibentuk menyerupai silinder panjang lalu diletakkan di atas kertas.
  2. Dibuat garis putus-putus di antara dua plastisin.
  3. Ditentukan pindah silang double kiasmata 4 strand (2 dan 3) (1 dan 4).
  4. Ditentukan pindah silang double kiasmata 3 strand (2 dan 3) (1 dan 3).
  5. Ditentukan pindah silang triple kiasmata 4 strand (1 dan 3) (2 dan 4) (2 dan 3).

DAFTAR PUSTAKA

Brown, M.S., E. Lim, C. Chen, K.T. Nishant dan E. Alani, 2013. Genetic Analysis of mlh3 Mutations Reveals Interactions Between Crossover Promoting Factors During Meiosis in Baker’s Yeast. Journal 3G, Genes, Genomes and Genetics. Vol. 3(1): 9-22.


Barlow, A.L. dan M.A. Hulten, 1998. Crossing Over Analysis at Pachytene in Man. European Journal of Human Genetics. Vol. 6(1): 350-358.


Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman dan P.V. Minorsky, 2017. Biology Eleventh Edition. Pearson Education Inc., New York.


Dumont, B.L., 2017. Variation and Evolution of the Meiotic Requirement for Crossing Over in Mammals. Jorunal of Genetics. Vol. 205(1): 155-168.


Elrod, S.L. dan W.D. Stansfield, 2007. Genetika, Edisi Keempat. Penerbit Erlangga, Jakarta.


Jones, G.H. dan F.C.H. Franklin, 2006. Meiotic Crossing-over: Obligation and Interference. Journal of Cell. Vol. 126(1): 246-248.


Nicholas, F.W., 2004. Pengantar ke Genetika Veteriner. Pustaka Wirausaha Muda, Bogor.


Nusantari, E., 2013. Jenis Miskonsepsi Genetika yang Ditemukan pada Buku Ajar di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Sains. Vol. 1(1): 52-64.


Reflinur dan P. Lestari, 2015. Penentuan Lokus Gen dalam Kromosom Tanaman dengan Bantuan Marka DNA. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 34(4): 177-186.


Suryo, 2008. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


Susanto, A.H., 2011. Genetika. Graha Ilmu, Yogyakarta.




Tidak untuk disalin! 
Artikel ini dibagikan untuk memberi contoh dan menginspirasi:)

0 Comment:

Post a Comment

/>