Laporan Praktikum Bioteknologi: Uji Antibakteri Bakteri Asam Laktat

Daftar Isi

TUJUAN PRAKTIKUM

Mampu melakukan pengujian antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat.

DASAR TEORI

A. Antimikroba

Antimikroba adalah suatu zat-zat kimia yang diperoleh/dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme yang mana zat tersebut mempunyai daya penghambat aktifitas mikororganisme lain meskipun dalam jumlah sedikit (Waluyo, dalam Widyawati, 2017). Antibakteri termasuk ke dalam antimikroba yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa antibakteri digunakan untuk menghambat (bakteriostatik) atau mematikan (bakterisidal) pertumbuhan bakteri khususnya bakteri yang bersifat patogen (penyebab penyakit) (Priono et al., 2016).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam 5 kelompok (Gunawan, dalam Pratiwi, 2015):

1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba

Mikroba membutuhkan asam folat demi kelangsungan hidupnya sehingga memiliki kemampuan menyintesis asam folat. Senyawa antimikroba akan menghambat sintesis asam folat tersebut sehingga memiliki efek bakteriostatik.

2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba

Antimikroba ini akan menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis dinding sel dan diakhiri dengan menghambat reaksi terakhir (transpeptidase) dalam rangkaian reaksi tersebut. Tekanan osmotik dalam sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis pada sel bakteri.

3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba

Antimikroba ini dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba dengan cara mengubah tegangan permukaan (surface-active agent). Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba.

4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba

Penghambatan sintesis terjadi dengan berikatan dengan komponen ribosom 30S atau 50S sehingga membentuk protein yang abnormal.

5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Antimikroba ini berikatan dengan enzim polymerase-RNA (pada bagian sub-unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut.  

 

B. Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri Gram-positif, tidak menghasilkan spora maupun katalase, berbentuk kokus atau basil, dan menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir selama fermentasi karbohidrat (Fachrial et al., 2018). Bakteri asam laktat berperan penting dalam fermentasi makanan dan peningkatan daya awet pada produk akhir (Hugas, dalam Desniar et al., 2012). Keawetan ini disebabkan karena BAL berkontribusi dalam menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen. Hal ini dikarenakan BAL dapat memproduksi beberapa metabolit seperti asam organik (asam laktat dan asetat), hidrogen peroksida, diasetil, dan bakteriosin (Desniar et al., 2012).

 

C. Bakteriosin

Bakteriosin didefinisikan sebagai antimikroba peptida yang disintesis oleh ribosom dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil bakteriosin. Dijelaskan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL secara umum aman untuk konsumsi manusia dan dapat diaplikasikan dalam pengawetan makanan (Desniar et al., 2012)

Bakteriosin terbagi atas 3 kelas, yakni (Zacharof dan Lovitt, 2012), yakni:

1. Kelas I: Lantibiotik, yakni kelas bakteriosin BAL yang berukuran kecil (<5 kDa) dengan komposisi peptida yang stabil terhadap panas. Berdasarkan persamaan strukturnya dibagi lagi atas:

  • Tipe A, yakni tipe memanjang berbentuk sekrup, bermuatan positif, dan dengan berat molekul antara 2-4 kDa. Jenis ini menyebabkan pembetukan pori pada sel bakteri melalui depolarisasi membran sel. Kelompok ini terdiri atas nisin dan laktisin.
  • Tipe B, yakni tipe globular, bermuatan negatif atau tidak bermuatan dengan berat molekul 2-3 kDa. Jenis ini bekerja dengan mengganggu reaksi enzim.

2. Kelas II: Non-Lantibiotik, yakni kelas bakteriosin BAL yang juga berukuran kecil (<10 kDa), relatif stabil terhadap panas, dan bersifat non-lationin mengandung membran peptida yang aktif. Kelas ini terbagi atas subkelas II a dan II b. Contoh kelas ini adalah laktasin F dan laktokoksin.

3. Kelas III: Bakteriosin, yakni kelas dengan protein termolabil dan berat molekul yang besar, yakni >30 kDa. Contohnya helveticin I dan enterolysin.

 

4. Bakteri Uji

Bakteri yang dapat bersifat patogen pada manusia antara lain Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Priono et al., 2016). Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri Gram-positif berbentuk bulat yang bersifat patogen bagi manusia. Staphylococcus aureus juga dapat menginfeksi jaringan atau alat tubuh lain yang menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas seperti nekrosis, peradangan, dan pembentukan abses (Lauma et al., 2015). Selain itu, bakteri ini dapat menghasilkan enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan dalam jangka waktu pendek (Brooks, dalam Priono et al., 2016). Sementara itu, beberapa penyakit yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia umumnya juga disebabkan oleh bakteri patogen Gram-negatif. Salah satu bakteri patogen yang termasuk dalam kelompok Gram-negatif adalah Escherichia coli. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit diare pada manusia (Priono et al., 2016).

 

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah cawan petri, erlenmeyer, spuit, pinset, pencadang (silinder), filter membran, inkubator, bunsen, dan penggaris. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah kultur BAL, media NA, biakan murni Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, aluminium foil, wrap plastic, alkohol 70%, dan tisu.


B. Prosedur Kerja

  1. Biakan murni E. coli dan S. aureus diinokulasikan ke media NA.
  2. Sebanyak 20 mL media NA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan hingga memadat. Lapisan ini disebut dengan base layer.
  3. Selanjutnya suspensi bakteri uji dicampurkan dengan media NA dan dituang ke atas permukaan base layer sebanyak 15 mL. Lapisan ini disebut sebagai seed layer.
  4. Pada saat seed layer telah agak memadat, pencadang diletakkan di atas permukaan media dengan menyesuaikan jarak antar pencadang dan jarak dengan tepi cawan.
  5. Suspensi BAL masing-masing kultur 1 × 24 jam dan 2 × 24 jam dimasukkan ke dalam pencadang dengan menggunakan filter membran. Setelah diinkubasi selama 1 × 24 jam, kultur diamati dan diukur diameter hambatan yang terbentuk.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji daya hambat senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat 24 dan 48 jam dilakukan terhadap bakteri E. coli dan S. aureus menggunakan metode difusi agar. Penyiapan media dilakukan dengan menuangkan media NA ke dalam cawan petri dengan membentuk 2 lapisan. Lapisan pertama adalah lapisan dasar (base layer) sedangkan lapisan kedua adalah lapisan pembenihan (seed layer) yang telah dicampurkan dengan isolat bakteri E. coli dan S. aureus. Lapisan seed layer juga merupakan lapisan penyangga pencadang yang diletakkan setelah seed layer agak memadat. Selanjutnya, suspensi metabolit sekunder BAL dimasukkan ke dalam pencadang menggunakan spuit dan filter membran. Tujuan penggunaan filter membran adalah untuk menahan sel-sel bakteri BAL agar tidak ikut ke dalam media uji. Terdapat 2 perlakuan, yakni kultur BAL inkubasi 24 dan 48 jam. Digunakan 2 kultur yang berbeda untuk mengetahui efetktivitas antibakteri senyawa metabolit BAL pada jangka waktu inkubasi yang berbeda. Selain itu diberi pula kontrol positif berupa ciproflaxin. Setelah inkubasi dilakukan pengukuran diameter zona hambat menggunakan penggaris dan didapatkan hasil sebagai berikut.


Tabel 1. Hasil pengukuran diameter hambatan metabolit sekunder Bakteri Asam Laktat terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

Bakteri Uji

Kultur BAL

Kontrol +

(Ciprofloxacin)

1 × 24 Jam

2 × 24 Jam

Escherichia coli

14,5 mm

14,5 mm

23,5 mm

Staphylococcus aureus

21,5 mm

16,5 mm

24 mm


Data Tabel 1. menunjukkan diameter zona hambat senyawa metabolit sekunder BAL terhadap bakteri E. coli adalah sama, yakni 14,5 mm pada kedua jenis kultur. Sementara itu, terhadap S. aureus didapatkan diameter zona hambat 21,5 mm (kultur BAL 24 jam) dan 16,5 mm ( kultur BAL 48 jam). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengaruh bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL lebih besar terhadap pertumbuhan S. aureus. Adapun perbedaan diameter zona hambat pada kedua jenis kultur terhadap S. aureus berkaitan dengan waktu inkubasi. Menurut Usmiati dan Marwati (2007), pertumbuhan BAL mengalami peningkatan dengan meningkatnya waktu inkubasi. Pada fase eksponensial, pembelahan sel terjadi secara logaritmik, menimbulkan persaingan yang ketat antar bakteri terhadap ketersediaan nutrisi. Akibatnya, pada fase ini bakteri memproduksi senyawa atau toksin (bakteriosin) yang menyebabkan kematian sel bakteri yang lain. Pada fase selanjutnya, jumlah bakteriosin yang dihasilkan pun turun setelah mencapai fase stasioner.

Adapun zona hambat ciprofloxacin sebagai kontrol positif lebih besar daripada senyawa metabolit BAL 24 maupun 48 jam, menunjukkan efektivitas antibakteri yang lebih tinggi. Hasil pengukuran juga menunjukkan bahwa bakteri S. aureus lebih sensitif terhadap aktivitas antibakteri dari BAL, ditandai dengan ukuran zona hambat S. aureus yang lebih besar daripada E. coli. Hasil ini didukung oleh Fachrial et al. (2018) dalam penelitiannya yang membandingkan efektivitas daya hambat senyawa metabolit BAL terhadap kedua jenis bakteri yang sama. Adanya perbedaan efektivitas ini terhadap kedua jenis bakteri dapat disebabkan karena perbedaan struktur dinding sel, yakni S. aureus yang merupakan bakteri Gram-positif dan E. coli sebagai bakteri Gram-negatif. Menurut Widayati et al. (2019), bakteri Gram-negatif umumnya kurang sensitif terhadap bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL. Hal ini dikarenakan membran luar bakteri Gram-negatif terdiri atas lapisan lipid yang tebal (lipopolisakarida, lipoprotein, dan fosfolipid), sehingga bakteriosin dari BAL sulit menembus dinding sel bakteri Gram-negatif. Disebutkan bahwa sensitivitas bakteri Gram-negatif terhadap bakteriosin dapat meningkat dengan penghancuran membran sel (subletal) terlebih dahulu.

 

DAFTAR PUSTAKA

Desniar, Rusmana, I., Suwanto, A., & Mubarik, N.R., 2012. Senyawa Antimikroba yang Dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat Asal Bekasam. Jurnal Akuatika, 3(2), pp.135-145.

 

Fachrial, E., Adrian, & Harmileni, 2018. Isolasi dan Aktivitas Anti Mikroba Bakteri Asam Laktat dari Fermentasi Nira Kelapa Sawit. BIOLINK (Jurnal Biologi Lingkungan Industri Kesehatan), 5(1), pp.51-58.

 

Lauma, S.W., Pangemanan, D.H.C, & Hutagalung, B.S.P., 2014. Uji Efektifitas Perasan Air Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus secara In Vitro. Pharmacon, 4(4), pp.9-15.

 

Pratiwi, A.E., 2015. Isolasi Seleksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Mikroba Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah.


Priono, A., Yanti, N.A., & Darlina, L., 2016. Perbandingan Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera Lamck.) dan Ekstrak Daun Kirinyuh (Chromolaena odorata L.). J. AMPIBI, 1(2), pp.1-6


Usmiati, S. & Marwati, T., 2007. Seleksi dan Optimasi Proses Produksi Bakteriosin dari Lactobacillus sp. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian, 4(1), pp.27-37.

 

Widyawati, A.A., 2017. Uji Daya Antimikroba Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun dan Buah Tamarindus indica Terhadap Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang).

 

Zacharof, M.P. & Lovitt, R.W., 2012. Bacteriocins Produced by Lactic Acid Bacteria (A Review Article). Apcbee Procedia, 2, pp.50-56.




Tidak untuk disalin! 

Artikel ini dibagikan untuk memberi contoh dan menginspirasi:)

0 Comment:

Post a Comment

/>