Laporan Praktikum Biokimia Dasar: Reaksi Uji Protein dan Reaksi Spesifik Asam Amino dan Protein

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
    Manusia memiliki puluhan ribu protein berbeda yang tiap protein tersebut masing-masing memiliki struktur dan fungsi yang spesifik. Faktanya, protein merupakan molekul dengan struktur terumit yang ada. Seperti fungsinya yang beragam, protein memiliki struktur yang juga sangat bervariasi. Secara tiga dimensi, masing-masing jenis protein memiliki bentuk yang unik (Campbell dkk., 2008).
    Protein mempunyai peranan kunci dalam semua proses biologis pada tingkat organisme, baik pada organisme tingkat rendah sampai dengan organisme tingkat tinggi. Peranan biologis tersebut mempunyai cakupan yang sangat luas, antara lain seperti transport dan penyimpanan, pengaturan dan koordinasi gerak, penunjang mekanik, proteksi terhadap imun, rangsangan dan integrasi metabolism. Tak hanya itu, protein bahkan memegang peran yang sangat penting bagi kontrol pertumbuhan dan diferensiasi (Katili, 2009).
    Protein merupakan makromolekul yang memiliki bahan dasar yang terdiri atas 20 jenis asam amino. Tiap asam amino tersebut memiliki rantai samping (gugus R) yang berbeda-beda dan mencirikan sifat kimia dari masing-masing asam amino tersebut (Katili, 2009). Kedua puluh jenis rantai samping asam amino bervariasi dalam ukuran, bentuk, muatan, kapasitas ikatan hidrogen, ciri hidrofobik, dan reaktivitas kimia umumnya ditemukan pada protein (Berg dkk., 2002).
    Dalam praktikum, dilakukan pengujian untuk mengidentifikasi adanya protein dan reaksi spesifik asam amino serta protein yang terdapat dalam sampel.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud
    Maksud dari percobaan adalah untuk mengetahui reaksi uji protein dan reaksi spesifik asam amino dan protein berdasarkan pada perbedaan gugus tiap asam amino.
1.2.2 Tujuan
    Tujuan dari percobaan adalah sebagai berikut:
  1. Untuk mengidentifikasi protein dengan tes pengendapan logam.
  2. Untuk mengidentifikasi adanya protein dengan tes pengendapan alkohol.
  3. Untuk mengidentifikasi adanya gugus spesifik asam amino melalui tes Hopkins-Cole.
  4. Untuk mengetahui reaksi pengendapan protein.
1.3 Prinsip
    Prinsip dari percobaan adalah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi adanya protein dengan tes pengendapan logam, yakni dengan cara penambahan HgCl2 dan timbal asetat, uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan.
  2. Mengidentifikasi adanya protein dengan berbagai tiga jenis pelarut (HCl 0,1 M, NaOH 0,1 M dan buffer asetat pH 5,4), uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan putih.
  3. Mengidentifikasi adanya gugus tertentu dengan cara penambahan reagen Hopkins, uji positif ditandai dengan terbentuknya cincin ungu.
  4. Mengidentifikasi terjadinya reaksi pengendapan protein dengan menggunakan berbagai jenis pelarut, uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan putih.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein
    Protein merupakan molekul organik besar yang terbuat dari rantai asam amino. Kata protein, berasal dari bahasa Yunani proteios, berarti ‘memegang tempat pertama’. Disebut demikian karena protein memegang peran terpenting bagi organisme, yakni dengan mengontrol berbagai proses biologis termasuk metabolisme, pertumbuhan sel dan neurotransmisi (Walker dan David, 2008).
    Sebagai zat organik, protein mengandung karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, sulfur dan fosfor (Muhsafaat dkk., 2015). Dalam sel-sel manusia, protein-protein itu demikian beragamnya, mulai dari kumpulan molekul yang besar yang mengandung berbagai protein yang berbeda-beda dengan berat molekul gabungan lebih dari sejuta sampai ke peptida kecil rantai tunggal dengan berat molekul hanya beberapa ribu saja. Gabungan dari sejumlah struktur sekunder di dalam berbagai bagian dari suatu molekul protein tunggal atau kombinasi dengan koenzim maupun protein-protein lain, kesemuanya itu ikut menimbulkan aneka ragam struktur yang dijumpai pada protein (Schumm, 1993).
    Semua protein memiliki kesamaan tiga tingkat struktur yang saling bertumpukan (Campbell dkk., 2008), yakni sebagai berikut:
  1. Struktur primer (primary structure) suatu protein, ialah sekuens unik asam-asam aminonya. Menurut Tellingen (2001), struktur primer protein menentukan kemampuannya untuk membentuk struktur sekunder dan tersier, di mana struktur ini diperlukan untuk protein agar dapat aktif dalam tubuh organisme.
  2. Struktur sekunder (secondary structure), ialah sebagian besar protein yang memiliki segmen-segmen dalam rantai polipeptida yang terkumpar atau terlipat secara berulang dalam pola-pola yang berkontribusi bagi bentuk keseluruhan protein tersebut.
  3. Struktur tersier (tertiary structure), ialah bentuk keseluruhan polipeptida sebagai hasil dari interaksi antara rantai-rantai samping (gugus R) yang berupa berbagai macam asam amino.
    Oleh karena stuktur sekunder suatu protein dipertahankan bersama-sama oleh interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen, maka protein dapat mengalami denaturasi (Schumm, 1993). Protein mengalami denaturasi ketika dipanaskan (Kunsah, 2017). Denaturasi protein adalah berubahnya susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein. Jika ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang. Kadang perubahan seperti ini memang dikehen-daki, namun sering pula dianggap merugikan (Purwaningsih dkk., 2013). Adapun suhu dingin dapat mempertahankan agar tidak mengalami pembusukan seperti denaturasi pada protein (Munthe dkk., 2016).

2.2 Asam Amino
    Ketika protein dihidrolisis, maka akan menghasilkan sejumlah besar asam amino. Tidak seperti monomer pada polisakarida, tiap asam amino pada protein memiliki bentuk yang berbeda satu sama lain. Telah ditemukan dua puluh jenis asam amino pada protein dalam tubuh manusia yang kuantitas dan kombinasinya adalah bervariasi (Tellingen, 2001).
    Asam amino dalam larutan pada pH netral berupa zwitter ion lebih banyak daripada sebagai molekul tak terionisasi. Zwitter ion memiliki kedua muatan, yakni muatan positif dan negatif. Gugus amino membawa muatan positif (NH3+) dan gugus karboksil membawa muatan negatif (CO2-). Kehadiran dari dua muatan tersebut menyebabkan molekul asam amino dapat bersifat asam maupun basa, disebut amfoter (Walker dan David, 2008).

asam amino, amino acid

    Glisin termasuk dalam klasifikasi asam amino yang bersifat netral, nonpolar (hidrofobik), nonesensial dan memiliki rantai samping terbuka sehingga tergolong asam amino alifatik (Rahayu dkk., 2014). Glisin memiliki struktur yang paling sederhana (Nelson dan Michael, 2017). Glisin dapat memproduksi glukosa ketika energi dibutuhkan dan esensial di dalam sintesis purin (Sucandra dkk., 2015).
    L-alanin merupakan salah satu dari 20 asam amino yang umum ditemukan di protein. Alanin merupakan produk dari metabolisme triptofan. Alanin juga tergolong inhibitor alosterik dari sintetase glutamin, yakni enzim yang memegang peran utama dalam metabolisme nitrogen di dalam sel juga berpartisipasi dalam reaksi transaminasi dan siklus glukosa-alanin (Mathews dkk., 2000). Alanin merupakan jenis asam amino nonesensial, memiliki sifat netral, nonpolar pada pH mendekati 7, bersifat alifatik serta memiliki rantai cabang hidrokarbon (Rahayu dkk., 2014). Adapula asparagin yang merupakan salah satu dari kelompok asam amino dengan gugus R yang larut dalam air atau hidrofilik. Hal ini dikarenakan di dalam air, gugus fungsionalnya membentuk ikatan hidrogen. Polaritas dari asparagin disebabkan karena kehadiran gugus amida. Asparagin mudah dihidrolisis baik oleh asam maupun basa (Nelson dan Michael, 2017)
    Setiap kelompok fungsional dari asam amino menunjukkan semua reaksi kimia yang khas, yakni: untuk gugus asam karboksilat, reaksi ini meliputi pembentukan ester, amida dan anhidrida asam; untuk gugus amino berupa asilasi, amidasi dan esterifikasi; dan untuk gugus —OH dan —SH, oksidasi dan esterifikasi. Sedangkan reaksi paling penting dari asam amino adalah pembentukan ikatan peptida (Murray dkk., 2009).
    Asam amino dihubungkan satu sama lain oleh ikatan peptida untuk membentuk struktur primer protein. Ikatan peptida pada protein juga termasuk dalam ikatan kovalen. Ikatan peptida menghambat rotasi molekul spesifik dalam asam amino lainnya satu sama lain karenanya memainkan peran dalam bentuk akhir dari protein (Tellingen, 2001). Ikatan peptida merupakan kelompok reaktif, yang merupakan substrat dari sejumlah besar protease (Improta dkk., 2011).

protein peptide bond

    Asam amino dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan bersumber protein. Sedangkan asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat oleh tubuh manusia (Abdullah dkk., 2013). Tak hanya berperan pada manusia, asam amino juga merupakan salah satu unsur yang terdapat pada komposisi media tanam dan memiliki peran sebagai aktivator fitohormon dan zat bagi pertumbuhan (Fitriani dkk., 2015)

2.3 Reaksi Uji Protein dan Uji Spesifik Asam Amino
    Reaksi uji protein dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut organik, contohnya alkohol. Alkohol merupakan sebuah agen penyebab dehidrasi ketika alkohol ditambahkan pada larutan protein dengan cara mereduksi jumlah air yang digunakan untuk membuat protein tetap ada dalam larutan. Hasil dari reaksi ini adalah presipitasi dari protein. Prespitasi protein juga dapat dilakukan menggunakan uji termokoagulasi. Protein mudah terdenaturasi jika mendapatkan perlakuan berupa panas. Pada albumin, denaturasi akan berujung pada koagulasi (Siddiqui, 2017).
    Pengujian spesifik asam amino dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip reaksi Hopkins-Cole. Reaksi ini dikenal juga sebagai reaksi asam glioksilik, merupakan suatu uji kimia yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya triptofan dalam protein. H2SO4 pekat menyebabkan dehidrasi triptofan yang bereaksi dengan reagen Hopkins-Cole sehingga akan memunculkan cincin merah keungunan di antara 2 lapisan yang terbentuk (Siddiqui, 2017).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan
    Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, HgCl 0,2 M, (CH3COO)2Pb 0,2 M, larutan albumin telur, HCl 0,1 M, NaOH 0,1 M, etanol 95%, buffer asetat pH 5,4, larutan glioksilik, larutan asam amino (glisin, alanin, asparagin), larutan HNO3 pekat, larutan asam trikloroasetat 10%, larutan H2SO4 pekat, dan larutan CH3COOH 0,1 M.
3.2 Alat Percobaan
    Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes, gelas kimia, dan pemanas air.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Reaksi Uji Protein
3.3.1.1 Pengendapan dengan Logam
    Dua buah tabung reaksi yang bersih dan steril disiapkan dan diberi label. Tabung 1 dimasukkan 3 mL albumin telur dan ditambahkan larutan HgCl2 0,2 M sedangkan tabung 2 dimasukkan 3 mL albumin telur dan larutan (CH3COOH)2Pb 0,2 M masing-masing sebanyak 5 tetes. Diamati perubahan yang terjadi.
3.3.1.2 Pengendapan dengan Alkohol
    Tabung reaksi berjumlah 3 tabung yang bersih dan steril disiapkan dan masing-masing tabung diberi label serta diisi 5 mL albumin. Tabung 1 diisi larutan HCl 0,1 M, tabung 2 diisi larutan NaOH 0,1 M dan tabung 3 diisi buffer asetat pH 5,4 masing-masing 1 mL dan ditambahkan terakhir etanol 95% sebanyak 6 mL. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.
3.3.2 Reaksi Spesifik Asam Amino dan Protein
3.3.2.1 Reaksi Hopkins-Cole
    Disiapkan 4 tabung reaksi yang bersih dan steril. Masing-masing tabung diisi 2 mL, larutan glioksilik (reagen Hopkins). Kemudian tabung 1 ditambahkan albumin, tabung 2 ditambahkan glisin, tabung 3 ditambahkan alanin dan tabung 4 ditambahkan asparagin masing-masing 2 mL. Kemudian ditambahkan asam sulfat pekat 4 mL ke dalam masing-masing tabung reaksi dan diamati perubahan yang terjadi.
3.3.2.2 Reaksi Termokoagulasi
    Disiapkan 4 tabung reaksi yang bersih dan steril dan masing-masing tabung diberi label. Tabung 1 ditambahkan albumin, tabung 2 ditambahkan glisin, tabung 3 ditambahkan alanin dan tabung 4 ditambahkan asparagin masing-masing 5 mL. Kemudian dibasakan dengan NaOH 0,1 M sebanyak 1 mL di keempat tabung reaksi. Larutan dipanaskan hingga mendidih dan diamati perubahan yang terjadi. Selanjutnya larutan panas ini diasamkan dengan larutan (CH3COOH) 0,1 M masing-masing sebanyak 1 mL. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.
3.3.2.3 Pengendapan dengan Asam Nitrat
    Disiapkan 4 tabung reaksi yang bersih dan steril lalu diberi label. Tabung 1 ditambahkan albumin, tabung 2 ditambahkan glisin, tabung 3 ditambahkan alanin dan tabung 4 ditambahkan asparagin masing-masing 5 mL. Keempat tabung ditambahkan larutan asam nitrat pekat sebanyak 1 mL dan diamati perubahannya.
3.3.2.4 Pengendapan dengan Asam Organik
    Disiapkan 4 tabung reaksi yang bersih dan steril dan masing-masing tabung diberi label. Tabung 1 ditambahkan albumin, tabung 2 ditambahkan glisin, tabung 3 ditambahkan alanin dan tabung 4 ditambahkan asparagin masing-masing 5 mL. Keempat tabung ditambahkan larutan asam trikloroasetat 10% sebanyak 1 mL, kemudian diamati perubahan yang terjadi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Reaksi Uji Protein
4.1.1.1 Reaksi Pengendapan dengan Logam
            Tabel 1. Reaksi Pengendapan dengan Logam
No.
Larutan
+HgCl2  0,2 M
+(CH3COO)2Pb 0,2 M
1.
Albumin
Ada banyak endapan di bawah
Ada sedikit endapan
di atas

4.1.1.2 Reaksi Pengendapan dengan Alkohol
            Tabel 2.
Reaksi Pengendapan dengan Alkohol
No.
Larutan
Tabung I
(HCl 0,1 M  + etanol 95%)
Tabung II
(NaOH 0,1 M + etanol 95%)
Tabung III
(Buffer asetat pH 5,4 + etanol 95%)
1.
Albumin
Ada sedikit endapan putih
Tidak ada perubahan
Ada sedikit endapan di bawah

4.1.2 Reaksi Spesifik Asam Amino dan Protein
4.1.2.1 Reaksi Hopkins-Cole
            Tabel 3.
Reaksi Hopkins-Cole
No.
Larutan
+ Glioksilik +H2SO4
1.
Albumin
Putih keruh, terdapat endapan putih di atas
2.
Glisin
Tidak ada perubahan
3.
Alanin
Tidak ada perubahan
4.
Asparagin
Tidak ada perubahan

4.1.2.2 Reaksi Termokoagulasi 
            Tabel 4. Reaksi Termokoagulasi

No.

Larutan

+NaOH 0,1 M + dipanaskan

+ (CH3COOH) 0,1 M

1.

Albumin

Agak keruh

Keruh

2.

Glisin

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan

3.

Alanin

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan

4.

Asparagin

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan


4.1.2.3 Pengendapan Asam Nitrat
            Tabel 5.
Reaksi dengan Asam Nitrat
No.
Larutan
Sebelum Perlakuan
+HNO3
1.
Albumin
Bening
Terbentuk 3 fase, terdapat endapan di lapisan teratas
2.
Glisin
Bening
Tidak ada perubahan
3.
Alanin
Bening
Tidak ada perubahan
4.
Asparagin
Bening
Tidak ada perubahan

4.1.2.4 Pengendapan Asam Organik
            Tabel 6.
Reaksi dengan Asam Organik
No.
Larutan
Sebelum Perlakuan
+Asam Trikloroasetat 10%
1.
Albumin
Bening
Ada banyak endapan di bawah
2.
Glisin
Bening
Tidak ada perubahan
3.
Alanin
Bening
Tidak ada perubahan
4.
Asparagin
Bening
Tidak ada perubahan

4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi Uji Protein
4.2.1.1 Pengendapan dengan Logam

4.3 Pembahasan
4.3.1 Reaksi Uji Protein
4.3.1.1 Reaksi Pengendapan dengan Logam
    Reaksi uji protein berupa reaksi pengendapan dengan logam bertujuan untuk mengidentifikasi adanya protein dengan pengujian menggunakan logam. Metodenya adalah dengan menggunakan 2 buah tabung reaksi berisi larutan albumin. Tabung pertama ditambahkan HgCl2 0,2 M dan didapatkan hasil reaksi berupa jumlah endapan yang cukup banyak di dasar tabung. Sementara itu, tabung kedua ditambahkan (CH3COO)2Pb 0,2 M dan didapatkan hasil berupa adanya sedikit endapan di atas.
    Berdasarkan literatur, HgCl2 dan (CH3COO)2Pb akan mengalami ionisasi dalam bentuk Hg2+ dan PbSO4 ketika direaksikan dengan protein sehingga membentuk endapan. Selain itu, di atas titik isoelektrik, protein atau asam amino akan bermuatan negatif sehingga mampu berikatan dengan ion logam yang bermuatan positif. Hal tersebut menimbulkan endapan.
4.3.1.2 Reaksi Pengendapan dengan Alkohol
    Reaksi uji protein berupa reaksi pengendapan alkohol bertujuan untuk mengidentifikasi adanya protein dengan pengujian menggunakan alkohol. Metodenya menggunakan 3 buah tabung reaksi berisi larutan albumin yang secara berurutan direaksikan dengan HCl 0,1 M, larutan NaOH 0,1 M dan buffer asetat pH 5,4. Setelah masing-masing ditambahkan etanol 95%, didapatkan hasil reaksi yang berbeda. Tabung 1 menampakkan adanya sedikit endapan putih, tabung dua tidak menunjukkan adanya reaksi yang terjadi sementara tabung 3 menunjukkan adanya sedikit endapan yang terbentuk di dasar tabung.
    Protein memiliki sifat amfoter. Oleh karena adanya sifat tersebut, protein dapat bertindak sebagai basa dalam larutan asam dan sebaliknya dapat bertindak sebagai asam dalam larutan basa. Ketika albumin direaksikan dengan HCl yang memiliki sifat asam, albumin akan bertindak sebagai basa sehingga seharusnya tak ada perubahan yang terjadi. Begitupun ketika albumin direaksikan dengan NaOH yang bersifat basa, albumin akan bersifat asam sehingga tak ada perubahan yang terjadi. Hasil reaksi albumin dengan NaOH dalam percobaan telah sesuai berdasarkan literatur. Adapun reaksi yang terjadi dalam tabung ketiga memunculkan sedikit endapan. Albumin memiliki titik isoelektrik pada pH 4,7 sehingga reaksi dengan buffer asetat pH 5,4 akan membentuk ikatan oleh protein yang bermuatan (-) terhadap ion logam yang bermuatan (+). Ikatan inilah yang memunculkan endapan.
4.3.2 Reaksi Spesik Asam Amino dan Protein
4.3.2.1 Reaksi Hopkins-Cole
    Percobaan reaksi Hopkins-Cole bertujuan untuk mengidentifikasi asam amino triptofan dengan memunculkan gugus indol. Dalam prosedur, larutan yang direaksikan dengan reagen Hopkins adalah larutan albumin, glisin, alanin dan asparagin. Dari hasil pencampuran, tampak bahwa perubahan hanya terjadi pada larutan albumin saja di mana larutan berubah keruh dan perlahan-lahan memunculkan endapan putih di atas. Hal ini membuktikan adanya triptofan pada larutan albumin. Berdasarkan teori, dibandingkan asam amino lainnya, triptofan memiliki gugus indol. Pengidentifikasikan gugus indol dapat dilakukan menggunakan uji Hopkins. Namun pada hasil percobaan, tak tampak gugus indol. Kesenjangan ini dapat diakibatkan karena reagen yang sudah tidak dalam kondisi baik atau akibat pengocokan larutan yang dilakukan.
4.3.2.2 Reaksi Termokoagulasi
    Reaksi termokoagulasi dalam reaksi uji protein bertujuan untuk mengidentifikasi peristiwa denaturasi pada protein. Dalam reaksi ini, larutan yang digunakan adalah larutan albumin, glisin, alanin dan asparagin. Masing-masing larutan ditambahkan NaOH 0,1 M lalu dipanaskan. Setelah dipanaskan, larutan albumin menunjukkan perubahan yakni menjadi agak keruh sementara larutan lainnya tidak menunjukkan reaksi apa-apa, begitu pun setelah keempat larutan diasamkan dengan (CH3COOH) 0,1 M. Sementara hasil pengasaman larutan albumin membuat larutan menjadi lebih keruh dibanding sebelumnya.
    Berdasarkan pada literatur, ketika larutan protein dipanaskan, larutan akan tampak keruh. Hal ini diakibatkan oleh naiknya suhu sehingga terjadi denaturasi protein dan berujung dengan berubah keruhnya larutan. Telah diketahui bahwa koagulasi atau penggumpalan dapat terjadi pada larutan dengan suhu tinggi dan pada pH netral sehingga pada tahap akhir, protein dalam larutan akan digumpalkan akibat suhu tinggi dan penambahan senyawa asam, yakni (CH3COOH). Adapun untuk ketiga larutan lainnya, yakni glisin, alanin dan asparagin, hasil reaksi yang ditunjukkan pun telah sesuai dengan literatur karena pH ketiga senyawa yang bersifat asam. Namun denaturasi protein dalam albumin pada reaksi ini bersifat reversible dikarenakan hanya direaksikan dengan basa lemah.
4.3.2.3 Reaksi Pengendapan Asam Nitrat
    Reaksi pengendapan asam nitrat dalam reaksi uji protein bertujuan untuk mengidentifikasi peristiwa denaturasi pada protein. Larutan albumin, glisin, alanin dan asparagin direaksikan dengan HNO3. Larutan albumin kemudian memunculkan 3 fase di mana lapisan atas membentuk endapan, lapisan tengah merupakan lapisan transisi dan lapisan paling bawah menimbulkan warna kuning. Adapun ketiga larutan lain tidak menunjukkan reaksi apapun.
    HNO3 merupakan asam kuat yang dapat menyebabkan denaturasi pada protein. Oleh karena penambahan HNO3 pada larutan albumin, protein yang terkandung akan mengalami denaturasi akibat perubahan pH yang ekstrim. Sementara glisin, alanin dan asparagin yang merupakan asam amino atau bersifat monomer, tidak menunjukkan reaksi apapun.
    Denaturasi oleh asam nitrat pekat yang terjadi pada albumin bersifat irreversible. Hal ini tidak seperti pada reaksi termokoagulasi sebelumnya di mana larutan albumin yang terdenaturasi perlahan-lahan akan kembali ke keadaan semula. Pada reaksi pengendapan oleh asam nitrat pekat, denaturasi bersifat permanen sehingga mempertahankan kondisi keruhnya.
4.3.2.4 Reaksi Pengendapan Asam Organik
    Tujuan reaksi pengendapan asam organik dalam reaksi uji protein sama dengan reaksi asam nitrat pekat, yakni untuk mengidentifikasi peristiwa denaturasi pada protein. Larutan albumin, glisin, alanin dan asparagin direaksikan dengan asam trikloroasetat 10%. Hasil reaksi albumin memunculkan endapan dalam jumlah yang banyak di dasar tabung sementara ketiga larutan lainnya tidak menunjukkan reaksi apapun. Adanya endapan pada albumin mengindikasikan telah terjadinya denaturasi akibat asam kuat, yakni asam trikloroasetat 10%. Sementara ketiga larutan lainnya merupakan asam amino yang bersifat monomer sehingga tidak menimbulkan reaksi terhadap penambahan asam trikloroasetat tersebut.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
    Adapun kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
  1. Reaksi pengendapan dengan logam mengidentifikasi adanya protein dalam larutan albumin yang ditambahkan HgCl2 dan yang ditambahkan (CH3COOH)2Pb dengan terbentuknya endapan.
  2. Reaksi pengendapan dengan alkohol mengidentifikasi adanya protein melalui pembentukan endapan oleh tabung berisi reaksi larutan albumin dengan HCl dan tabung berisi reaksi larutan albumin dengan buffer asetat pH 5,4.
  3. Reaksi Hopkins-Cole mengidentifikasi adanya gugus indol pada triptofan.
  4. Reaksi termokoagulasi menyebabkan larutan albumin terdenaturasi akibat perubahan pH netral dan suhu tinggi, reaksi pengendapan asam nitrat menyebabkan denaturasi irreversible pada larutan albumin dan reaksi pengendapan asam organik menyebabkan denaturasi pada protein dalam larutan albumin.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Praktikan
    Dalam melakukan praktikum, sebaiknya dilakukan dengan lebih teliti agar tidak terjadi penyimpangan pada hasil praktikum.
5.2.2 Saran untuk Laboratorium
    Sebaiknya dapat diadakan perbaikan untuk fasilitas laboratorium yang rusak.

DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, A., Nurjanah, T. Hidayat dan V. Yusefi, 2013, Profil Asam Amino dan Asam Lemak Kerang Bulu (Anadara antiquata), Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 16(2): 159-167.

Berg, J.M., J.L. Tymoczko dan L. Stryer, 2002, Biochemistry, 5th Edition, W.H. Freeman, New York.

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky dan R.B. Jackson, 2008, Biologi, Jilid 1, Edisi 8, Terjemahan oleh Damaring Tyas Wulandari, Erlangga, Jakarta.

Fitriani, D., Miswar dan U. Sholikhah, 2015,  Pengaruh Pemberian Asam Amino (Glisin, Sistein dan Arginin) terhadap Pembentukan Tunas Tebu (Saccharum officinarum L.) secara In Vitro, Jurnal Berkala Ilmiah Pertanian, 1(1): 1-5.

Improta, R., L. Vitagliano dan L. Esposito, 2011, Peptide Bond Distortions from Planarity: New Insights from Quantum Mechanical Calculations and Peptide/Protein Crystal Structures, Public Library of Science (PLOS) ONE, 6(9): 1-10.

Katili, A.S., 2009, Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu. 2(5): 19-28.

Kunsah, B., 2017, Analisa Kadar Protein pada Teripang (Holothuria argus) terhadap Lama Perebusan, The Journal of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist, 2(1): 23-30.

Mathews, C.K., K.E.V. Holde dan K.G. Ahern, 2000, Biochemistry, 3rd Edition, Benjamin Cummings, San Fransisco.

Muhsafaat, L.O., H.A. Sukria dan Suryahadi, 2015, Kualitas Protein dan Komposisi Asam Amino Ampas Sagu Hasil Fermentasi Aspergillus niger dengan Penambahan Urea dan Zeolit, Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), 20(2): 124-130.

Munthe, I., M. Isa, Winaruddin, Sulasmi, Herrialfian dan Rusli, 2016, Analisis Kadar Protein Ikan Depik (Rasbora tawarensis) di Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah, Jurnal Medika Veterinaria, 10(1): 67-69.

Murray, R.K., D.A. Bender, K.M. Botham, P.J. Kennelly, V.W. Rodwell dan P.A. Weil, 2009, Harper’s Illustrated Biochemistry, 28th Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., New York.

Nelson, D.L. dan M.M. Cox, 2017, Lehninger Principles of Biochemistry: International Edition, 7th Edition, W.H. Freeman, New York.

Purwaningsih, S., E. Salamah dan G.P Apriyana, 2013, Profil Protein dan Asam Amino Keong Ipong-Ipong (Fasciolaria salmo) pada Pengolahan yang Berbeda, Jurnal Gizi dan Pangan, 8(1): 77-82.

Rahayu, M., Pramonowibowo dan T. Yulianto, 2014, Profil Asam Amino yang Terdistribusi ke Dalam Kolom Air Laut pada Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) sebagai Umpan Skala (Skala Laboratorium), Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 3(3): 238-247.

Schumm, D.E., 1993, Intisari Biokimia, Terjemahan oleh Moch Sadikin, Binarupa Aksara, Jakarta.

Siddiqui, J.F., 2017, A Review on General Methods of Analysis of Proteins, World Journal of Pharmacy adn Pharmaceutical Sciences, 6(11): 597-619.

Sucandra, A., F. Silvina dan A.E. Yulia, 2015, Uji Pemberian Beberapa Konsentrasi Glisin pada Media Vacin and Went (VW) terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek (Dendrobium sp.) secara In Vitro. Jurnal Online Mahasiwa Fakultas Pertanian. 2(1): 1-11.

Tellingen, C.V., 2001, Biochemistry from a Phenomenological Point of View, Louis Bolk Instituut, Amsterdam.

Walker, S. dan D. McMahon, 2008, Biochemistry Demystified: A Self-Teaching Guide, The McGraw-Hill Companies, Inc., New York.



Artikel ini dibagikan untuk memberi contoh dan menginspirasi:)

0 Comment:

Post a Comment

/>