BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Drosophila melanogaster memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan ilmu genetika dan model organisme diploid di laboratorium karena ukurannya kecil, mempunyai siklus hidup pendek, jumlah keturunan yang dihasilkan sangat banyak, murah biaya serta perawatannya (Stine, Hotimah dkk, 2017). D. melanogaster selama ini telah mengalami mutasi genetik sehingga dikenal dengan berbagai macam strain. Morgan dkk telah berhasil menemukan 85 macam strain yang menyimpang dari tipe normal (wild type) (Robert, Hotimah dkk, 2017). Salah satu contohnya adalah strain, sepia dan plum, yang merupakan mutan D. melanogaster. Mutan tersebut memiliki kelainan genetik pada kromosom tertentu sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan fenotip jika dibandingkan dengan D. melanogaster tipe normal (Hotimah, dkk., 2017). Lalat buah ini merupakan hewan yang habitatnya kosmopolitan, artinya bisa hidup di mana saja sesuai dengan habitatnya. Drosophila melanogaster ini menyukai bunga dan buah yang matang. Lalat buah dewasa umumnya ditemui hidup bergerombolan pada buah-buahan yang masak yang mengandung air, misalnya buah nanas (Ananas comunis), pepaya (Carica papaya), pisang (Musa sp.) dan buah-buahan lainnya. Sedangkan larva Drosophila melanogaster tumbuh dan berkembang pada buah yang membusuk (Agustina, dkk., 2016).
Berdasarkan penjabaran di atas, maka perlu dilakukan sebuah praktikum untuk mengetahui bagaimana membuat medium biakan yang baik untuk Drosophila melanogaster.
I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan lalat buah adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui morfologi lalat buah Drosophila melanogaster.
- Mengamati pertumbuhan lalat buah Droshophila melanogaster yang dikawinkan.
- Mengetahui tahapan-tahapan dalam siklus hidup lalat buah.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Adapun percobaan ini dilaksanakan pada hari --- pukul 14.00 – 17.00 WITA bertempat di Laboratorium Genetika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pautan Seks
Apabila suatu gen terletak pada kromosom X, maka gen itu akan diwariskan menurut pola bersilang. Artinya, gen yang terletak pada kromosom X itu tidak mungkin diwariskan oleh seorang ayah secara langsung kepada anak laki-lakinya. Ekspresi dari beberapa gen yang diketahui terletak di autosom dapat dipengaruhi oleh seks dari seseorang yang memilikinya.
Ada banyak contoh sifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosomal yang ekspresinya dipengaruhi oleh seks. Sifat itu tampak pada kedua macam seks, tetapi pada salah satu seks ekspresinya lebih besar daripada untuk seks lainnya. Perempuan misalnya lebih sering menderita penyakit autoimun, namun sebaliknya laki-laki lebih sering botak kepalanya dibandingkan dengan perempuan.
Adanya rangkai kelamin mula-mula ditemukan pada tahun 1901 oleh Morgan yang memulai penelitiannya di Columbia University kemudian dilanjutkan di Institut Teknologi California. Morgan menggunakan lalat Drosophila melanogaster dengan memperhatikan warna matanya. Lalat yang normal bermata merah, tetapi di antara sekian banyak lalat bermata merah itu ia mendapatkan lalat jantan bermata putih. Karena berbeda dari yang normal, maka lalat yang bermata putih disebutnya mutan atau menyimpang dari lalat buah yang normal (Suryo, 2008).
Temuan Morgan tentang korelasi antara sifat tertentu dan jenis kelamin individu mendukung teori kromosom tentang pewarisan sifat, yaitu suatu gen yang spesifik dikandung dalam suatu kromosom yang spesifik (dalam contoh ini, gen warna mata terletak pada kromosom X. Selain itu, penelitian Morgan mengindikasikan bahwa gen-gen yang terletak pada kromosom seks menunjukkan pola pewarisan sifat yang unik (Campbell, dkk., 2010).
II.2 Pautan Seks Drosophila melanogaster
Morgan mengawinkan Drosophila melanogaster jantan bermata putih dengan Drosophila melanogaster betina bermata merah. Semua keturunan F1 bermata merah menunjukkan bahwa alel wild type dominan. Ketika Morgan mengawinsilangkan lalat F1 satu sama lain, ia mengamati rasio fenotipe 3:1 klasik di antara keturunan F2. Akan tetapi, ada hasil tambahan yang menyejutkan, yakni sifat mata putih hanya muncul pada jantan. Semua betina F2 berwarna merah, sedangkan setengah dari jumlah jantan bermata merah dan setengahnya lagi bermata putih. Oleh karena itu, Morgan menyimpulkan bahwa warna mata Drosophila melanogaster tertaut dengan jenis kelamin.
D. melanogaster betina memiliki dua kromosom X (XX), sedangkan D. melanogaster memiliki satu X dan satu Y (XY). Korelasi antara sifat warna mata putih dan jenis jantan pada D. melanogaster F2 yang terpengaruh oleh kedua sifat itu menunjukkan bahwa gen yang dimiliki oleh mutan mata putih terletak hanya pada kromosom X, tanpa ada alel yang bersesuaian pada kromosom Y.
Untuk D. melanogaster jantan, satu salinan alel mutan akan memberikan warna mata putih. Karena jantan hanya memiliki satu kromosom X, tidak bisa ada alel wild type yang menutupi pengaruh alel resesif. Di sisi lain, betina bisa mengandung alel mutan resesif. Ini mustahil bagi D. melanogaster betina F2 pada percobaan Morgan, karena semua induk jantan dari F1 memiliki mata merah (Campbell, dkk., 2010).
Gambar II.1
Perkawinan Silang Drosophila melanogaster (Campbell, dkk., 2017)
II.3 Lalat Buah
Kebanyakan penemuan-penemuan di bidang genetika didapatkan melalui penelitian dengan menggunakan D. melanogaster. Hal itu dikarenakan D. melanogaster memiliki tubuh yang kecil sehingga merupakan suatu populasi yang besar dan dapat dipelihara dalam laboratorium. Daur hidupnya pun sangat cepat dan tiap 2 minggu dapat dihasilkan satu generasi dewasa yang baru. D. melanogaster sangat subur sehingga dapat menghasilkan ratusan telur yang dibuahi (Kimball, 2001).
D. melanogaster dapat menghasilkan 20 hingga 25 generasi tiap tahun. Seekor D. melanogaster dapat bertelur ribuan kali semasa hidupnya. Organisme dengan jumlah keturunan yang besar itu memenuhi persyaratan sebagai materi percobaan genetika. D. melanogaster juga memiliki kromosom yang ukurannya relatif besar dan jumlahnya hanya empat pasang. Penanganan kultur lalat buah pun sangat mudah dilakukan dan hanya dengan menggunakan media dengan komposisi dan pembuatan yang sesuai, D. melanogaster dapat berkembang biak dengan cepat (Susanto, 2011).
Berikut ini merupakan klasifikasi dari lalat buah Drosophila melanogaster (Borror, dkk., 1992):
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Species : Drosophila melanogaster
(Sumber : Borror, dkk., 1992)
II.4 Morfologi Lalat Buah
Karakteristik Drosophilla melanogaster tipe normal dicirikan dengan mata merah, mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan mata tunggal (oceli) pada bagian atas kepalanya dengan ukuran relatif lebih kecil dibanding mata majemuk, warna tubuh kuning kecokelatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang. Ukuran tubuh Drosophilla melanogaster berkisar antara 3-5 mm. Posisi sayapnya bermula dari thoraks dengan vena tepi sayap (costal vein) memiliki dua bagian yang terinterupsi dekat dengan tubuhnya. Aristanya pada umumnya berbentuk rambut dan memiliki 7-12 percabangan. Crossvein posterior umumnya berbentuk lurus, tidak melengkung. Thoraknya memiliki bristle, baik panjang dan pendek, sedangkan abdomen bersegmen lima dan bergaris hitam.
Perbedaan seksual jantan dan betina dapat dilihat pada bentuk ujung abdomen dan kaki. Bentuk ujung posterior abdomen betina melengkung kebawah menuju titik lancip di bagian tengah belakang dan pada ruas nomor 5 dan 6 tidak berwarna hitam. Sedangkan abdomen jantan bulat dan memendek, pada ruas nomor 5 dan 6 memiliki warna hitam. Selain itu, pada bagian kaki jantan (tarsus) memiliki sex comb. Bagian luar dari alat genital jantan juga memiliki warna hitam (Hotimah, dkk., 2017).
II.5 Siklus Hidup Lalat Buah
Siklus hidup Drosophilla melanogaster dimulai ketika fertilisasi dua jenis gamet dan menghasilkan telur. Telur yang baru dikeluarkan berbentuk kecil bulat, panjang dan berukuran lebih kurang 0,05 mm. Lalat buah betina menghasilkan telur 50-75 butir telur per hari. Fase telur dapat berlangsung sesuai dengan media biakannya.
Telur yang sudah menetas kemudian berubah menjadi larva yang berwarna putih dan memiliki segmen pada bagian tubuhnya. Pada saat inilah yang disebut dengan larva instar I, yaitu saat mencapai usia kurang dari hari, ukurannya lebih kurang mencapai 0,5 mm dan terlihat adanya sedikit pergerakan. Larva instar I secara periodik berganti kulit (moulting) untuk mencapai dewasa. Setelah proses moulting, larva terus menerus memakan makanan. Hal ini ditandai dengan bertambahnya ukuran tubuh larva.
Larva mengalami tiga fase instar diiringi ukuran tubuh larva yang semakin meningkat. Di fase instar III, segmen-segmen pada tubuh larva akan semakin terlihat jelas. Perubahan lain yang terlihat yaitu pada mulut larva tampak semakin hitam. Pergerakan larva instar III ini sangat aktif. Namun di akhir dari fase larva instar III, pergerakan larva sudah semakin lambat dan ukuran larva mulai memendek. Inilah yang disebut larva memasuki fase prepupa.
Pada masa prepupa, larva instar III sudah menyerupai bentuk pupa. Pada fase ini, secara morfologi tidak nampak lagi adanya pergerakan (diam), sedangkan secara fisiologinyalarva terus terjadi perkembangan. Setelah itu dase prepupa kemudian berkembang menjadi fase pupa dengan ditandai adanya perubahan pada warna tubuhnya yang sedikit kecoklatan dan segmen tubuh yang lebih terlihat jelas disertai keadaan larva yang diam (tidak aktif) (Agustina, dkk., 2016)
Saat larva dari D. melanogaster membentuk cangkang, pupa tubuhnya memendek, kutikula menjadi keras dan berpigmen tanpa kepala dan sayap. Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap dan kaki. Pada stadium pupa ini larva dalam keadaan tidak aktif dan dalam keadaan ini larva menjadi lalat buah D. melanogaster (Santoso, 2011).
II.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Lalat Buah
Pertumbuhan dan perkembangan lalat buah tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan faktor makanan yang tersedia. Ketersediaan sumber makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasi D. melanogaster. Makanan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan jumlah hewan yang hidup pada habitatnya. Keberadaan D. melanogaster pada buah tertentu seperti nanas dan papaya disebabkan karena tingginya kadar air yang ada pada kedua buah tersebut. Selain kadar air, pada buah nanas dan papaya juga terkandung nutrisi lain seperti karbohidrat dan lemak (Agustina, dkk., 2013).
Menurut Siwi, Santiatma (2016), tingkat kematangan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin, mineral, air dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk peletakan telur. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Van Sauers & Muller, Santiatma (2016), yang menyatakan bahwa serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak.
II.7 Kromosom Istimewa Drosophila melanogaster
Kromosom politen adalah kromosom interfase spesifik yang terdiri dari ribuan strand deoxyribonucleic acid (DNA). Oleh karena itu, kromosom ini berukuran sangat besar dan menampakkan morfologi rangkaian pita yang khas. Kromosom politen muncul di jaringan, organ dan di tahap perkembangan ketika ada kebutuhan untuk perkembangan organ yang cepat pada tingkat fungsi yang tidak berubah.
Sel-sel dengan kromosom politen berbeda dalam beberapa hal, yakni dari sel-sel yang membelah secara mitosis maupun endomitosis. Pertama, pembentukan kromosom politen dikaitkan dengan penghapusan seluruh mekanisme mitosis setelah setiap pengganda deoksiribonukleat (DNA), sebagai hasil dari siklus sel uang hanya terdiri dari dua periode, sintetik (S) dan intersintetik (G). Siklus sel politenisasi diatur selama midembriogenesis pada Drosophila melanogaster. Kedua, pada akhir setiap periode replikasi, untaian DNA tidak terpisah, sebaliknya, mereka tetap berpasangan satu sama lain. Gen ini tidak berfungsi dalam jaringan larva dengan kromosom politen. Ketiga, kromosom politen yang terbentuk tidak mampu terlibat dalam mitosis. Keempat, membran nuklir dan nukleolus tetap utuh selama siklus replikasi DNA secara berturut-turut (Zhimulev, dkk., 2009).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam melakukan percobaan ini adalah botol nescafe, kompor, blender, panci kecil, timbangan kue, pisau, sendok pengaduk, spons, dan alat tulis menulis.
III.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam melakukan percobaan ini adalah pisang ambon 300 g, agar-agar 14 g, gula merah 150 g, ragi 25 g, akuades 200 ml, tisu, asorbic acid, dan lalat buah Drosophila melanogaster.
III.2 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja percobaan ini adalah sebagai berikut:
- Semua bahan yang akan digunakan ditimbang sesuai komposisinya.
- Pisang ambon dihaluskan dengan blender.
- Agar-agar dimasak dengan akuades selama ±15 menit, kemudian dicampur dengan gula merah dan pisang ambon yang sudah dihaluskan lalu diaduk. Diangkat dan dibiarkan selama 15 menit.
- Ketiga botol nescafe dibersihkan dan dicuci dengan alkohol.
- Dimasukkan medium yang masih cair ke dalam botol yang telah disterilkan dan setelah agak dingin dimasukkan kertas tisu untuk menyerap kelebihan air, setelah itu dibiarkan dingin dan membeku.
- Sepasang lalat buah jantan dan betina Drosophila melanogaster dimasukkan ke dalam masing-masing ketiga botol nescafe.
- Dimasukkan ragi pada setiap botol. Botol 1 dimasukkan ragi sebanyak 25%, botol 2 dimasukkan ragi sebanyak 50%, dan botol 3 dimasukkan ragi sebanyak 75%.
- Dimasukkan pilinan kertas ke dalam masing-masing botol sebagai tempat melekatnya pupa.
- Ditutup botol tersebut menggunakan spons agar lalat tidak keluar.
- Diamati siklus hidup, pertumbuhan dan perkembangan lalat, serta fertilisasinya selama 7 hari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Morfologi Lalat Buah Drosophila melanogaster
a. Drosophila melanogaster jantan
Keterangan:
- Ruas tubuh berfusi di ujung abdomen
- Sisir kelamin (sex comb)
- Ujung abdomen tumpul
- Ukuran tubuh relatif kecil
b. Drosophila melanogaster betina
Keterangan:
- Ruas tubuh tidak berfusi
- Ujung abdomen lancip
- Ukuran tubuh relatif besar
IV.1.2 Siklus Hidup Drosophila melanogaster
Tabel 1. Siklus hidup Drosophila melanogaster
Hari | Perubahan Pertumbuhan | Hasil Pengamatan | Hari/Tanggal |
1 | Telur | Berwarna putih dengan ukuran ±0.5 mm, terlihat seperti titik dan banyak menempel di dinding botol. | Selasa/--- |
2 | Larva Instar I | Berwarna putih, bersegmen dan menyerupai ulat. | Rabu/--- |
3 | Larva Instar II | Ukuran lebih besar dibanding larva instar I, terlihat adanya warna kehitaman pada bagian anterior larva (mulut larva). | Rabu/--- |
4 | Larva Instar III | Warna hitam di mulut terlihat jelas, bergerak lebih aktif dan ukuran menjadi lebih besar | Kamis/--- |
5 | Prepupa | Terdapat selaput yang mengelilingi larva. | Jumat/--- |
6 | Pupa | Kutikula menjadi keras serta berpigmen dan tidak bergerak (diam). | Sabtu/--- |
7 | Imago | Ukuran relatif kecil dan kurus, berwarna putih pucat, dan sayap belum terbentang. | Selasa/--- |
IV.1.2 Pautan Seks
IV.2 Pembahasan
D. melanogaster banyak digunakan dalam berbagai penelitian di bidang genetika. Hal itu dikarenakan D. melanogaster memiliki beberapa keunggulan seperti memiliki tubuh yang kecil sehingga dapat membentuk populasi yang besar, memiliki daur hidup yang sangat cepat serta makanannya pun sederhana. Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui morfologi, pertumbuhan serta tahapan-tahapan dalam siklus hidup lalat buah D. melanogaster. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sepasang lalat buah jantan dan betina dimasukkan ke dalam tiga medium biakan D. melanogaster berupa botol kaca berisi makanan berupa pisang ambon dengan campuran bahan lain. Ketika medium kemudian ditutup dengan spons. Untuk mempermudah pengamatan, maka tisu yang telah dipilih dimasukkan sebagai tempat menempelnya pupa. Pertumbuhan lalat buah di dalam medium akan diamati selama 7 hari.
Perbedaan morfologi D. melanogaster jantan dan betina dapat dilihat dengan mengamati morfologinya.
Adapun perbedaan morfologi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Perbedaan morfologi Drosophila melanogaster jantan dan betina
| Jantan | Betina |
Ukuran tubuh | Kecil | Besar |
Ruas tubuh | Berfusi | Tidak berfusi |
Ujung abdomen | Tumpul | Lancip |
Sex comb | Ada | Tidak ada |
Sepasang jantan dan betina lalat buah D. melanogaster dimasukkan ke dalam media pertumbuhan berupa botol kaca berisi makanan. Makanan berupa pisang ambon yang dicampur dengan bahan lain. Pisang ambon adalah sebagai bahan yang akan menghasilkan aroma yang khas, agar-agar sebagai bahan pengeras adonan, ragi sebagai sumber nitrogen, dan gula merah sebagai sumber glukosa bagi D. melanogaster.
Siklus hidup lalat buah dimulai ketika terjadi fertilisasi antara sel gamet betina dan jantan sehingga menghasilkan telur di hari berikutnya. Setelah itu, telur akan menetas menjadi larva dan mengalami 3 fase instar. Setelah melewati masa larva, maka larva akan mencapai tahap pupa sebelum akhirnya menjadi imago.
Telur D. melanogaster tampak seperti bercak-bercak putih berukuran kurang dari 0.5 mm. Pengamatan terus dilanjutkan hingga muncullah larva instar I selang 1 hari. Larva instar I memiliki ukuran ±0.5 mm, berwarna putih dan melakukan sedikit pergerakan. Di hari ketiga, larva mengalami perubahan ukuran dan memiliki pergerakan yang lebih aktif, inilah yang disebut sebagai larva instar II. Selain itu, pergerakannya terlihat lebih aktif dibanding larva instar 1. Di hari berikutnya, ukuran larva terus bertambah besar dan fase larva instar III mulai muncul. Pergerakan larva ini aktif di atas media maupun di dinding botol. Di fase ini, terjadi penumpukan gas nitrogen di bawah media akibat fermentasi jamur. Namun, setelah larva berubah menjadi larva instar III, jamur yang ada di permukaan media menghilang akibat jamur yang tumbuh di permukaan media dimakan oleh larva instar III. Setelah itu, tampak bahwa larva instar III melakukan pergerakan ke bagian dinding atas botol kemudian menetap untuk kemudian berubah menjadi prepupa yang berwarna putih. Prepupa kemudian berubah menjadi fase pupa, lalu berubah menjadi imago. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan lalat buah Drosophila melanogaster adalah kondisi lingkungan, meliputi temperatur (rendah, optimal, atau tinggi) dan perlakuan yang diberikan seperti intensitas cahaya.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari percobaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
- Terdapat perbedaan morfologi pada D. melanogaster jantan dan betina, di mana ukuran tubuh jantan lebih kecil daripada betina, terdapat fusi garis hitam di abdomen jantan sedangkan tidak pada betina, ujung abdomen jantan tumpul sedangkan lancip pada betina serta terdapat sex comb pada kaki depan jantan sementara tidak terdapat pada betina.
- Terjadi perkawinan antara D. melanogaster betina dan jantan pada medium yang telah dibuat. Hal ini ditandai dengan adanya siklus hidup D. melanogaster yang terjadi di dalam medium.
- Tahapan siklus D. melanogaster dimulai dari fase telur menjadi larva yang mengalami 3 fase instar. Larva kemudian akan membentuk selaput hingga menjadi prepupa dan berlanjut menjadi pupa. Pupa akan terus bertumbuh hingga akhirnya membentuk individu yang imago.
V.2 Saran
V.2.1 Saran untuk Laboratorium
Sebaiknya dilakukan pengadaan evaluasi fasilitas laboratorium.
V.2.2 Saran untuk Asisten
Sebaiknya waktu asistensi dapat dijadwalkan dengan baik agar praktikan dapat siap pada waktu yang telah ditentukan.
V.2.3 Saran untuk Praktikan
Sebaiknya waktu pengamatan dapat ditetapkan dan disepakati agar seluruh praktikan dapat berpartisipasi dalam pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, E., N. Mahdi dan Herdanawati, 2013.
Perkembangan Metamorphosis Lalat Buah (Drosophilla
melanogaster) pada Media Biakan Alami sebagai Referensi Pembelajaran pada
Matakuliah Perkembangan Hewan. Jurnal
Biotik. Vol. 1(1): 12-18
Borror, D.J., C.A. Triplehorn dan N.F. Johnson, 1992.
Pengenalan Pelajaran Serangga . Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press,
Jakarta.
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A.
Wasserman, P.V. Minorsky dan R.B. Jackson, 2010. Biologi Edisi 8, Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A.
Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky dan R.B. Jackson, 2017. Biology Eleventh Edition. Pearson
Education Inc., New York.
Hotimah, H., Purwatiningsih dan
K. Senjarini, 2017. Deskripsi Morfologi Drosophilla
melanogaster Normal (Diptera: Drosophilidae), Strain, Sepia dan Plum. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 18(1): 55-60.
Kimball, J.W, 2001. Biologi.
Erlangga, Jakarta.
Santoso, R.S., 2011. Identifikasi
D. melanogaster pada Media Biakan
Alami dari Pisang Sepatu, Belimbing dan Jambu Biji. Jurnal Buana Sains. Vol. 11(2): 149-162.
Santiatma, I.M.Y., I.K.
Sumiartha, I.W. Susila, I.P. Sudiarta, M.S. Utama, J. Mariyono dan G. Luther,
2016. Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) serta Serangannya
terhadap Beberapa Galur dan Varietas
Tanaman Cabai (Capsicum annum l.) di
Desa Pancasari, Sukasada, Buleleng. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika.Vol. 5(1): 11-19.
Suryo, 2008. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Susanto, A.H., 2011. Genetika. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Zhimulev, I.F. dan D.E. Koryakov,
2009. Polytene Chromosome. Encyclopedia of Life Sciences. John Wiley &
Sons, New York.
Tidak untuk disalin!
Artikel ini dibagikan untuk memberi contoh dan menginspirasi:)
0 Comment:
Post a Comment