PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Keberhasilan suatu tanaman dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik berkaitan dengan pewarisan sifat tanaman yang berasal dari tanaman induknya sedangkan faktor lingkungan berkaitan dengan kondisi lingkungan di mana tanaman tersebut tumbuh dan berkembang (Gardner et al., dalam Ramadan et al., 2016). Apabila salah satu atau semua faktor tidak mendukung maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak dapat berjalan dengan baik sehingga menurunkan produksi tanaman. Upaya untuk meningkatkan produksi tanaman sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah dengan aplikasi zat pengatur tumbuh (Buntoro et al., 2014). Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah tertentu aktif merangsang atau bahkan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Kusumo, dalam Tarigan et al., 2017). Pada zat pengatur tumbuh hormonik, terkandung paling banyak jenis hormon organik, yakni hormon auksin dan sitokinin (Mutryarny dan Seprita Lidar, 2018). Sitokinin, auksin dan faktor-faktor lainnya berinteraksi dalam kontrol dominansi apikal, yaitu kemampuan kuncup apikal untuk menekan perkembangan kuncup aksilaris. Hipotesis penghambatan langsung menyatakan bahwa auksin dan sitokinin bekerja secara antagonis dalam meregulasi pertumbuhan kuncup aksilaris (Campbell et al., 2010). Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan sebuah praktikum untuk mengetahui dan memahami peran auksin dan sitokinin dalam dominansi apikal.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya praktikum adalah untuk mengetahui peran auksin dan sitokinin dalam dominansi apikal.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Waktu dan tempat percobaan ini dilaksanakan pada --------------------- di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan merupakan suatu proses pertambahan dalam bentuk ukuran dengan menghilangkan konsep yang menyangkut perubahan kualitas, sedangkan perkembangan adalah suatu proses pertumbuhan teratur dan berkembang menuju suatu keadaan yang lebih tinggi, teratur dan kompleks (Advinda, 2018). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor dalam dan luar tanaman. Faktor dalam sering digambarkan sebagai kemampuan genetis yang dimiliki oleh suatu tanaman. Faktor luar adalah faktor yang berasal dari luar tanaman, seperti faktor lingkungan (Buntoro et al., 2014). Menurut Hartanto et al. (2009), faktor luar tersebut adalah nutrisi, air, suhu, kelembaban, oksigen dan cahaya, sedangkan faktor dalam adalah gen dan hormon. Menurut Gardner, dalam Ramadan et al. (2016), terpenuhinya faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan maka proses fotosintesis akan berlangsung dan menghasilkan fotosintat yang berfungsi untuk proses pertumbuhan tunas dan akar.
II.2 Fitohormon dan ZPT
Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh pupuknya, sementara arah dan kualitas dari pertumbuhan dan perkembangan sangat ditentukan oleh zat pengatur tumbuh (ZPT). Pemberian ZPT yang tepat, baik komposisi dan konsentrasinya, dapat mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih baik (Djamal, dalam Leovici et al., 2014). ZPT akan merangsang pertumbuhan suatu tanaman dalam membantu pembentukan fitohormon yang ada di dalam tanaman dan menggantikan fungsi dan peran hormon (Ramadan et al., 2016).
Hormon dapat mendorong suatu aktivitas biokimia. Fitohormon sebagai senyawa organik yang bekerja aktif dalam jumlah sedikit biasanya ditransformasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan atau proses-proses fisiologi tanaman (Leovici et al., 2014). Penambahan ZPT hormonik menyebabkan peningkatan kandungan hormon yang mendorong pertumbuhan di dalam jaringan tanaman yaitu auksin, sitokinin dan giberellin yang mampu bekerja secara sinergis untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Mutryarny dan Lidar, 2018).
Efektivitas ZPT pada tanaman dipengaruhi oleh spesies tanaman, bagian tanaman yang dipengaruhi, konsentrasi dan stadia perkembangan tanaman. Pemberian pada konsentrasi yang berlebihan menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi sel, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Sebaliknya pada konsentrasi yang terlalu rendah kemungkinan pengaruh pemberian ZPT menjadi tidak tampak. Oleh karena itu pemberian ZPT pada tanaman harus dengan konsentrasi yang tepat (Wattimena, dalam Tarigan et al., 2017).
Berdasarkan sumbernya, ZPT dapat diperoleh baik secara alami maupun sintetik. Umumnya ZPT alami langsung tersedia di alam dan berasal dari bahan organik, contohnya air kelapa, urin sapi dan ekstraksi dari bagian tanaman. Zat pengatur tumbuh bersumber bahan organik lebih bersifat ramah lingkungan, mudah didapat, aman dan lebih murah (Leovici et al., 2014).
II.3 Hormon IAA dan BAP
Auksin adalah zat hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang, akar dan pembentukan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Auksin berperan penting dalam pertumbuhan tumbuhan. Peran auksin pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Belanda bernama Fritz Went (Mutryarny dan Lidar, 2018). Mekanisme kerja auksin yaitu mempengaruhi pelenturan dinding sel, sehingga air akan masuk secara osmosis dan memacu pemanjangan sel. Selanjutnya ada kerja sama antara auksin dan giberelin yang memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel sehingga mendorong pembesaran batang (Rusmin, dalam Kurniati et al., 2017).
Indole-3-Acetic Acid (IAA) merupakan anggota utama dari kelompok auksin yang mengendalikan banyak proses fisiologis penting termasuk pembesaran dan pembelahan sel, deferensiasi jaringan dan respon terhadap cahaya dan gravitasi. Fitohormon IAA diketahui dapat menghasilkan lebih banyak akar lateral, rambut akar, dan cabang rambut akar (Kholida dan Zulaika, 2015). Meristem apikal tunas dan daun-daun muda adalah tempat utama sintesis IAA. Meristem apikal juga menghasilkan IAA, walaupun akar bergantung pada tunas untuk memperoleh sebagian besar auksin. Biji dan buah yang sedang berkembang mengandung IAA dalam kadar tinggi. Auksin ditranspor secara langsung melalui jaringan parenkim, dari satu sel ke sel berikutnya, menuruni batang dari pucuk tunas pada kecepatan sekitar 10 mm/jam (Campbell et al., 2017).
Pembentukan cabang dan pertumbuhan tunas pada tanaman juga dipacu oleh hormon sitokinin yang berperan dalam proses aktivasi pembelahan sel. Benzil Amino Purin (BAP) merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh sintetik golongan sitokinin yang sering digunakan dalam pertumbuhan tanaman (George et al., dalam Saefas et al., 2017). Kadar sitokinin secara alami sangat sedikit namun dalam kadar tersebut mampu memberikan respon yang luas. Sitokinin mampu berinteraksi dengan hormon lainnya sehingga mampu memberikan respon yang berbeda-beda. Beberapa fungsi sitokinin antara lain berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel sehingga memacu pertumbuhan tanaman, mematahkan dormansi pada biji-bijian, memacu pembentukan tunas baru, berperan dalam penuaan atau kerusakan pada tanaman, meningkatkan tingkat mobilitas unsur-unsur dalam tanaman dan meningkatkan sintesis pembentukan protein (Hidayati, 2014).
Benzil Amino Purin merupakan zat pengatur tumbuh yang memiliki kandungan senyawa nitrogen. Dalam sitokinin terkandung senyawa nitrogen (N) yang berperan untuk pengoptimalan proses sintetis asam-asam amino dan protein. Asam amino dan protein ini selanjutnya dimanfaatkan untuk pertumbuhan daun. Benzil Amino Purin dapat memicu pecahnya seludang tunas dan tumbuhnya mata tunas, selain itu zat ini akan mencegah dominansi apikal sehingga pertumbuhan tunas samping tidak terhambat (Gardner, dalam Saefas et al., 2017).
Auksin dapat merangsang pertumbuhan dengan cara pemanjangan sel dan menyebabkan dominansi pada bagian ujung tanaman (apikal), sedangkan sitokinin merangsang pertumbuhan dengan cara merangsang pembelahan sel pada tanaman (Ningsih et al., dalam Wahyuningtyas et al., 2017), sehingga adanya keseimbangan kadar hormon auksin maupun sitokinin dalam tanaman dapat mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tanaman daripada peran hormon secara mandiri (Wilkins, dalam Wahyuningtyas et al., 2017). Kadar auksin dan sitokinin memberikan pengaruh terhadap dominansi apikal di mana adanya sinergisme antara kedua hormon dapat memacu pembentukan tunas apikal dan lateral (Hidayati, 2014).
II.4 Kacang Panjang
Kacang yang termasuk dalam famili Papilionaceae ini merupakan tanaman semusim. Tanaman ini berbentuk perdu yang tumbuhnya menjalar atau merambat. Buahnya berbentuk bulat panjang dan ramping. Bagian yang dapat dikomsumsi dari tanaman ini yaitu buah dan daun mudanya yang cukup banyak mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh (Haryanto et al., 2017).
Buahnya berbentuk polong bulat panjang dan ramping. Panjang polong sekitar 10-80 cm. Warna polong muda hijau sampai hijau keputihan. Setelah tua, warna polong putih kekuningan. Polong yang muda sifatnya renyah dan mudah patah sementara setelah tua, polong menjadi liat. Pada satu polong, dapat berisi 8-20 biji kacang panjang (Haryanto et al., 2017).
Buah kacang panjang yang muncul pertama kali atau yang muncul hampir bersamaan biasanya tumbuh kuat, sedangkan buah berikutnya tidak sepanjang dan sebesar buah yang tumbuh lebih awal. Buah kacang panjang pada tiap tangkai tidak selalu sama kuat pertumbuhannya. Ada korelasi positif antara besar dan kuatnya tangkai buah dengan banyak serta panjangnya polong. Biasanya, tangkai buah yang kecil hanya mampu menopang buah dalam jumlah sedikit dan polong berukuran pendek. Sementara polong yang panjang berisi lebih banyak biji dibandingkan dengan polong yang pendek (Pitojo, 2006).
Kacang panjang dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Di Indonesia, tanaman kacang panjang sudah lama dikenal dan ditanam oleh petani. Pada umumnya, penanaman kacang panjang dilakukan di lahan kering (tegalan) dan pematang-pematang sawah sebagai tanaman selingan. Tanaman kacang panjang berpotensi baik jika dikembangkan di daerah kering (Asripah, 2007).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah polybag, gelas ukur, pipet tetes, kuas, dan silet.
III.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biji kacang panjang Vigna sinensis, air, tanah, pupuk kompos, hormon IAA, hormon BAP, dan akuades.
III.2 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja percobaan ini adalah sebagai berikut:
- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
- Dimasukkan tanah dan pupuk yang telah dicampurkan ke dalam polybag.
- Biji kacang panjang sebanyak 3 buah ditanamn di masing-masing polybag kemudian disiram.
- Tanaman dibiarkan tumbuh selama 3 minggu.
- Setelah 3 minggu, dihilangkan tunas lateral kecuali tunas nomor 2 dari atas.
- Diberi perlakuan sebagai berikut:
Kontrol : tanaman tidak diberi perlakuan
Perlakuan 1 : ujung tanaman dipotong
Perlakuan 2 : ujung tanaman dipotong dan diolesi IAA 300 ppm
Perlakuan 3 : ujung tanaman dipotong dan diolesi 1 mL BAP 300 ppm
Perlakuan 4 : Ujung tanaman tidak dipotong, tunas lateral dipotong dan diolesi BAP 300 ppm
7. Diamati perubahan yang terjadi pada pertumbuhan dan perkembangan kacang panjang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Tabel 4.1. Pengaruh Hormon IAA dan BAP terhadap dominansi apikal tanaman.
No. | Perlakuan | Panjang tunas lateral (cm) |
1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
U1 | U2 | U1 | U2 | U1 | U2 | U1 | U2 | U1 | U2 |
1. | Tanaman utuh (Kontrol) | - | - | - | - | - | - | 2 | - | 8,5 | 4 |
- | - | - | - | - | - | - | - | 4 | 3 |
- | - | - | - | - | - | - | - | - | - |
2. | Ujung tanaman dipotong | - | - | - | - | - | - | - | - | 3,8 | 4,5 |
- | - | - | - | - | - | 1,5 | - | 7 | 5 |
- | - | - | - | - | - | - | - | 5 | 4 |
3. | Ujung tanaman dipotong + IAA | - | - | - | - | - | - | 2,2 | - | 11,5 | 4,5 |
- | - | - | - | - | - | 2,5 | 3 | 14 | 23,2 |
- | - | - | - | - | - | - | - | 5,5 | 5,9 |
4 | Ujung tanaman dipotong + BAP | - | - | - | - | - | - | 0,5 | - | 3 | - |
- | - | - | - | - | - | - | - | - | - |
- | - | - | - | - | - | - | - | 4 | 3 |
5. | Ujung tanaman tidak dipotong, tunas lateral dipotong + BAP | - | - | - | - | - | - | - | - | - | 0,2 |
- | - | - | - | - | - | - | - | - | - |
- | - | - | - | - | - | - | - | - | - |
IV.2 Pembahasan
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui peran auksin dan sitokinin dalam dominansi apikal pada tanaman. Dalam praktikum, digunakan sampel tanaman kacang panjang Vigna sinensis dengan jenis hormon yang digunakan adalah IAA (auksin) dan BAP (sitokinin). Hasil pengamatan untuk hari pertama sampai hari ketiga menunjukkan belum ada perubahan yang terjadi pada setiap sampel. Perubahan baru ditunjukkan pada hari keempat di mana tunas lateral mulai tumbuh. Jenis perlakuan dengan ukuran tunas lateral terpanjang sampai terpendek secara berturut-turut adalah perlakuan 3 (ujung tanaman dipotong dan diolesi IAA), perlakuan 1 (kontrol), perlakuan 2 (ujung tanaman dipotong), perlakuan 4 (ujung tanaman dipotong dan dioleh BAP), dan yang terakhir adalah perlakuan 5 (ujung tanaman tidak dipotong, tunas lateral dipotong dan diolesi BAP) di mana tunas lateral pada setiap sampelnya belum tumbuh. Memasuki pengamatan hari ketujuh, setiap perlakuan telah mengalami pembentukan tunas lateral. Urutan sampel dengan ukuran tunas lateral terpanjang sampai terpendek secara berturut-turut adalah perlakuan 3, perlakuan 2, perlakuan 1 (kontrol), perlakuan 4, dan perlakuan 5 yang nyaris tidak memunculkan tunas lateral, yakni hanya sepanjang 0,1 cm dari satu-satunya sampel yang memiliki pembentukan tunas lateral.
Uraian hasil di atas menyimpulkan bahwa perlakuan berupa pemotongan ujung tanaman dan penambahan hormon IAA (auksin) dapat memacu pertumbuhan tunas lateral. Pada bagian apeks tanaman, terdapat hormon auksin yang dapat memacu pembelahan sel meristematik sehingga memungkinkan terjadinya dominansi apikal. Sebaliknya, hormon auksin justru menghambat terjadinya pertumbuhan lateral. Auksin bekerja antagonis dengan hormon sitokinin yang menghambat dominansi apikal namun justru mendukung pertumbuhan tunas lateral. Oleh karena itu, ketika dilakukan pemotongan ujung tanaman, transportasi auksin dari meristem apikal ke bagian bawah akan terhambat. Rendahnya konsentrasi auksin pada bagian lateral mengoptimalkan kerja hormon sitokinin yang berperan dalam pembentukan dan pertumbuhan tunas lateral (Taiz dan Zeiger, 2002). Namun pada hasil telah terjadi penyimpangan teori. Hasil peneitian Wilkins, dalam Taiz dan Zeiger (2002), menyatakan bahwa pengaplikasian IAA pada permukaan tanaman yang telah dipotong dapat menghambat pertumbuhan tunas lateral. Sementara pemotongan ujung tanaman dengan tanpa penambahan IAA akan memacu pertumbuhan tunas lateral, sesuai dengan hasil yang diperoleh pada perlakuan 2. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Saefas (2017) di mana pemangkasan meristem apikal pada tanaman teh menyebabkan tumbuhnya cabang lateral akibat terhambatnya transportasi auksin ke bagian lateral.
Telah diketahui bahwa sitokinin merangsang pembentukan tunas lateral, namun pada perlakuan 5 (ujung tanaman dipotong dan diolesi BAP) dan 6 (ujung tanaman tidak dipotong, tunas lateral dipotong dan diolesi BAP), hasil yang diperoleh menunjukkan hasil yang tidak efektif. Hal tersebut dikarenakan pengaplikasian sitokinin secara langsung hanya dapat menginduksi pembentukan tunas lateral namun tidak memacu pemanjangan tunas selanjutnya. Hasil ini sesuai dengan pendapat Wilkins, dalam Wahyuningtyas et al. (2014) bahwa aplikasi sitokinin secara mandiri tidak mempunyai efek optimal.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah bahwa pemotongan meristem apikal dapat menghambat dominansi apikal serta memacu perbentukan dan pertumbuhan tunas lateral. Hal ini diakibatkan oleh terhambatnya suplai auksin ke bagian lateral sehingga sitokinin dapat bekerja optimal. Adapun pemberian sitokinin secara mandiri tidak menghasilkan efektivitas pembentukan tunas lateral.
V.2 Saran
Sebaiknya waktu pengamatan dapat diadakan lebih awal agar pengerjaan laporan di akhir dapat lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Advinda, L., 2018. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Deepublish, Jakarta.
Asripah, 2007. Budi Daya Kacang Panjang. Azka Press,
Jakarta.
Buntoro, B.H., R. Rogomulyo, dan
S. Trisnowati, 2014. Pengaruh Takaran
Pupuk Kandang dan Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Temu Putih (Curcuma zedoaria L.). Vegetalika. Vol. 3(4): 29-39.
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A.
Wasserman, P.V. Minorsky, dan R.B. Jackson, 2010. Biologi Jilid 2. Erlangga,
Jakarta.
Hartanto, A., A. Haris, dan D.S. Widodo, 2009. Pengaruh Kalsium, Hormon Auksin, Giberellin
dan Sitokinin terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jagung. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. Vol.
12(3): 72-75.
Haryanto, E., T. Suhartini, dan E.
Rahayu, 2007. Budi Daya Kacang Panjang. Penebal Swadaya, Depok.
Hidayati, Y., 2014. Kadar Hormon Sitokinin pada Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) Bercabang. Jurnal Pena Sains. Vol. 1(1): 40.48.
ISSN: 2407-2311.
Kholida, F.T. dan E. Zulaika,
2015. Potensi Azotobacter sebagai Penghasil Hormon IAA (Indole-3-Acetic Acid). Jurnal
Sains dan Seni ITS. Vol. 4(1): 1-3.
Kurniati, F., T. Sudartini dan D.
Hidayat, 2017. Aplikasi Berbagai Bahan
Zpt Alami untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw).
Jurnal Agro. Vol. 4(1):40-49.
Leovici, H., D. Katono, dan E.T.S.
Putra, 2014. Pengaruh Macam dan
Konsentrasi Bahan Organik Sumber Zat Pengatur Tumbuh Alami Terhadap Pertumbuhan
Awal Tebu (Saccharum officinarum L.).
Vegetalika. Vol. 3(1): 22-34.
Mutryarny, E. dan S. Lidar, 2018.
Respon Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.) Akibat Pemberian Zat
Pengatur Tumbuh Hormonik. Jurnal
Ilmiah Pertanian. Vol. 14(2): 29-34.
Pitojo, S., 2006. Benih Kacang Panjang. Penerbit
Kanisius, Jakarta.
Ramadan, V.R., N. Kendarini, dan
S. Ashari, 2016. Kajian Pemberian Zat
Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Stek Tanaman Buah Naga (Hylocereus costaricensis). Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 4(3):
180-186.
Saefas, S.A., S. Rosniawaty, dan
Y. Maxiselly, 2017. Pengaruh Konsentrasi
Zat Pengatur Tumbuh Alami dan Sintetik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Klon
GMB 7 Setelah Centering. Jurnal Kultivasi. Vol. 16(2): 368-372.
Taiz, L. dan E. Zeiger, 2002. Plant Physiology. Sinauer Associates,
Inc., Sunderland.
Tarigan, P.L., Nurbaiti, dan S.
Yoseva, 2017, Pemberian Ekstrak Bawang
Merah sebagai Zat Pengatur Tumbuh Alami pada Pertumbuhan Setek Lada (Piper nigrum L.). JOM FAPERTA. Vol. 4(1): 1-11.
Wahyuningtyas, B. dan N. Aini,
2017. Kajian Pemberian Zat Pengatur
Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Stek Tanaman Buah Naga (Hylocereus costaricensis). Jurnal
Produksi Tanaman. Vol. 5(6): 965-970.
Tidak untuk disalin! Artikel ini dibagikan untuk memberi contoh dan menginspirasi:)
0 Comment:
Post a Comment