Laporan Praktikum Biologi Dasar: Populasi, Komunitas, dan Ekosistem

BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
    Interaksi organisme dengan lingkungannya secara terus-menerus menghasilkan suatu kesatuan yang disebut dengan ekosistem. Ekosistem terbagi atas dua komponen, yakni biotik yang terdiri dari komponen hidup (hewan dan tumbuhan) dan abiotik yang terdiri dari komponen tak hidup (udara, suhu, kelembapan dan lain sebagainya. Hubungan timbal balik kedua komponen tersebutlah yang membentuk suatu kesatuan yang kita kenal dengan sebutan ekosistem.
    Suatu ekosistem terdiri dari komunitas dan dalam suatu komunitas, terdiri dari populasi. Populasi tersebut terbentuk dari kelompok individu yang sejenis. Sebagai komponen yang hidup, maka tentu setiap organisme membutuhkan makanan sebagai salah satu ciri hidup. Makanan sebagai sumber energi tersebut dapat diperoleh dari lingkungannya, baik itu dari komponen biotik maupun abiotik. Sifat memerlukan makanan menciptakan suatu mekanisme makan dan dimakan yang disebut dengan rantai makanan.
    Di dalam ekosistem terdapat rantai makanan, yaitu lintasan konsumsi makanan yang terdiri dari beberapa spesies organisme. Tiap tingkat dari rantai makanan disebut tingkat trofik. Bagian paling sederhana dari suatu rantai makanan berupa interaksi dua spesies yaitu interaksi antara spesies mangsa (prey) dengan pemangsa (predator) (Boyce dan Richard, 2012).
    Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan sebuah percobaan untuk melihat bagaimana dari suatu organisme berinteraksi dengan organisme lain beserta lingkungannya membentuk sebuah ekosistem.
I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
  1. Mengetahui bagaimana suatu populasi dapat tumbuh.
  2. Mengetahui bagaimana hubungan antara masing-masing spesies dan mengetahui struktur komunitas tersebut.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
    Waktu dan tempat percobaan ini dilaksanakan pada ----------------------- di Laboratorium Biologi Dasar dan area canopy, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Ekologi
    Apabila ditinjau dari segi proses alam, sesungguhnya ekologi telah dikenal oleh manusia sejak lama sesuai dengan sejarah peradaban manusia. Manusia, seperti halnya makhluk-makhluk hidup lainnya selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya, demikian juga interaksi antara setiap organisme dengan lingkungannya merupakan proses yang tidak sederhana, melainkan suatu proses yang kompleks, karena di dalam lingkungan hidup terdapat banyak komponen yang disebut komponen lingkungan (Soemarwoto dalam Indriyanto, 2008). Berdasarkan konsep dasar pengetahuan ekologi, komponen lingkungan yang dimaksud tersebut juga dinamakan komponen ekologi karena setiap komponen lingkungan tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dan saling memengaruhi baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Odum dalam Indriyanto, 2008).

II.2 Populasi, Komunitas, Ekosistem
II.2.1 Populasi
    Kata populasi berasal dari bahasa Latin, yaitu populus yang berarti rakyat atau penduduk Irwan dalam Indriyanto, 2008). Populasi adalah sekelompok individu dari satu spesies yang hidup di daerah umum yang sama. Anggota-anggota populasi mengandalkan sumber daya yang serupa, serta berkemungkinan berinteraksi dan berbiak dengan satu sama lain. Populasi dapat berevolusi sewaktu seleksi alam memilah-milah variasi terwariskan di antara individu-individu dan lama-kelaamaan mengubah frekuensi berbagai sifat (Campbell, dkk., 2010).
    Suatu organisme tidak dapat hidup sendirian, akan tetapi harus hidup bersama-sama dengan organisme lain. Organisme lain tersebut meliputi organisme yang sejenis maupun dengan organisme tidak sejenis dalam suatu tempat tumbuh atau habitat. Berbagai organisme besar ataupun kecil yang hidup di suatu tempat tumbuh akan bergabung ke dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotik (Indriyanto, 2008).
    Densitas (density) dari suatu populasi adalah jumlah individu per satuan luas atau volume, contohnya jumlah pohon ek per kilometer persegi di sebuah daerah di Minnesota atau jumlah bakteri Escherichia coli per milimeter dalam tabung percobaan. Sedangkan dispersi (dispersion) adalah pola penjarakan antara individu dalam batasan populasi (Campbell, dkk., 2004).
    Densitas populasi dapat dibedakan atas densitas kasar dan densitas spesifik, dijelaskan sebagai berikut (Gopal dan Bhardwaj dalam Indriyanto, 2008):
1. Densitas kasar
    Densitas kasar diukur pada suatu tempat dan waktu tertentu sehingga dinyatakan sebagai jumlah individu organisme per seluruh luas daerah yang dikaji.
2. Densitas spesifik
    Densitas spesifik adalah yakni jumlah individu organisme per luar habitat atau jumlah individu organisme per satuan ruang atau tempat yang tersedia benar-benar diduduki oleh individu-individu anggota populasi tersebut. Jadi, individu-individu organisme anggota populasi bisa saja menempati hanya pada bagian tertentu yang baik dari total daerah. Densitas spesifik juga disebut densitas ekologi.
    Densitas diukur dengan menghitung jumlah organisme secara aktual dalam daerah atau volume yang diketahui. Perhitungan secara aktual terhadap densitas binatang pada umumnya sukar untuk dilakukan, karena itu, perhitungan dilakukan dengan metode menangkap dan melepas kembali. Kegiatan yang dilakukan dalam metode tersebut antara lain menandai individu-individu secara proporsional dalam total tangkapan dan dengan memperkirakan densitas populasinya. Cara lain dalam kasus tertentu yang juga berguna untuk memperkirakan densitas populasi adalah dengan melalui penelitian terhadap bekas jejak kaki (foot-prints), kotoran binatang atau kerusakan-kerusakan yang terlalu parah pada suatu habitat (Indriyanto, 2008).
    Densitas terus berubah seiring pertambahan atau pengurangan individu dari populasi. Penambahan terjadi melalui kelahiran (yang dalam konteks ini kita definisikan agar mencakup semua bentuk reproduksi) dan imigrasi. Imigrasi merupakan aliran masuk individu dari daerah lain. Adapun faktor yang menyebabkan pengurangan individu dari populasi adalah kematian (mortalitas) dan emigrasi, yakni pergerakan invidu keluar dari populasi. Imigrasi dan emigrasi juga dapat memengaruhi populasi-populasi, terutama ketika sejumlah populasi-populasi lokal tertaut, sehingga membentuk metapopulasi (metapopulation) (Campbell, dkk., 2010).
II.2.2 Komunitas
    Beberapa hubungan kunci dalam kehidupan suatu organisme adalah interaksinya dengan individu-individu dari berbagai spesies lain dalam komunitas. Interaksi antarspesies (interspecific interactions) mencakup kompetisi, predasi, herbivori dan simbiosis (Campbell, dkk., 2010).
Adapun kompetisi terbagi atas dua, yakni (Indriyanto, 2008):
1. Kompetisi tipe gangguan langsung
    Kompetisi tipe gangguan langsung merupakan interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing langsung saling menghalangi secara aktif. Tipe interaksi kompetisi gangguan langsung diberi lambang (-/-).
2. Kompetisi tipe penggunaan sumber daya alam
    Kompetisi tipe penggunaan sumber data alam merupakan interaksi antara dua atau lebih spesies dalam menggunakan sumber daya alam yang persediaannya berada dalam kondisi kekurangan. Dalam interaksi tersebut, masing-masing spesies berpengaruh saling merugikan yang lain dalam perjuangannya untuk memperoleh sumber daya alam. Tipe interaksi kompetisi penggunaan sumber daya alam diberi lambang (- -).

    Sementara prediasi atau pemangsaan adalah interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak (prey atau organisme yang dimangsa) dirugikan, sedangkan pihak lainnya (predator atau organisme yang memangsa) beruntung (Indriyanto, 2008). Tipe interaksi predasi diberi lambang (-/+). Adapun herbivori mengacu pada interaksi +/- di mana organisme memakan bagian tumbuhan atau alga) (Campbell, dkk., 2010).
    Adapun saat individu dari dua atau lebih spesies hidup dalam kontak langsung dan akrab dengan satu sama lain, hubungan mereka disebut simbiosis. Simbiosis terbagi atas tiga, yakni parasitisme (interaksi simbiotik +/- parasit yang memperoleh nutrien dari sang inang, mutualisme (interaksi simbiotik +/+ antarspesies yang saling menguntungkan) dan komensalisme (interaksi simbiotik +/0 di mana terdapat spesies yang menguntungkan namun tidak merugikan atau membantu spesies yang lain) (Campbell, dkk., 2010).
II.2.3 Ekosistem
    Ekosistem merupakan suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksudkan dalam definisi ekosistem tersebut adalah hubungan dengan keanekaragaman spesies (species diversity). Pada ekosistem yang strukturnya kompleks, maka akan memiliki keanekaragaman spesies yang sangat tinggi. Adapun kata fungsi yang dimaksudkan berhubungan dengan siklus materi dan arus energi melalui komponen-komponen ekosistem. (A.G. Tansley dalam Setiadi dalam Indriyanto, 2008).
    Dalam setiap ekosistem terdapat dua komponen. Kedua komponen tersebut adalah biotik dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain. Komponen biotik merupakan bagian dari ekosistem yang terdiri dari seluruh tingkatan makhluk yang ada di wilayah ekosistem tersebut seperti tumbuhan, hewan, jamur dan bakteri (Yudasmara, 2015).
    Komponen biotik ini akan membentuk suatu hubungan memakan dan dimakan yang disebut dengan rantai makanan. Sedangkan komponen abiotik adalah bagian dari suatu ekosistem yang terdiri atas unsur fisika dan kimia. Sementara unsur fisika dan kimia akan membentuk sebuah lingkungan (Yudasmara, 2015).
    Contoh interaksi komponen biotik dan abiotik dapat kita lihat dari tumbuhan-tumbuhan terestrial yang menggunakan air untuk setiap fungsi tubuhnya. Komponen tersebut digunakan secara struktural untuk menyediakan turgor sel, sebagai bahan baku, pelarut, media angkut dan juga sekaligus pendingin. Transpirasi air merupakan sumber dari kekuatan dalam xilem, dan fotolisis dari air menghasilkan atom-atom hidrogen sebagai reaksi biosintesis dari fotosintesis. Tumbuhan juga membutuhkan air agar dapat memperoleh nutrisi (Silvertown dalam Silvertown, dkk., 2015).
    Odum dalam Indriyanto (2008) mengemukakan bahwa semua ekosistem apabila ditinjau dari segi struktur dasarnya terdiri atas empat komponen. Pernyataan yang serupa juga dikemukakan oleh Resosoedarno, dkk. dalam Indriyanto (2008) bahwa ekosistem ditinjau dari segi penyusunnya yang terdiri atas empat komponen, yaitu komponen-komponen abiotik dan komponen-komponen biotik yang mencakup produsen, konsumen dan terakhir adalah pengurai. Masing-masing dari empat komponen tesebut diuraikan sebagai berikut (Indriyanto, 2008):
  1. Komponen abiotik, yakni komponen fisik dan kimia yang terdiri dari atas tanah, air, udara, sinar matahari dan lain sebagainya yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan.
  2. Komponen produsen, yakni organisme autotrofik yang pada umumnya berupa tumbuhan hijau. Produsen menggunakan energi radiasi matahari dalam proses fotosintesis, sehingga mampu mengasimilasi CO2 dan H2O menghasilkan energi kimia yang tersimpan dalam karbohidrat. Energi kimia inilah yang sebenarnya merupakan sumber energi yang kaya senyawa karbon. Dalam proses fotosintesis tersebut, oksigen dikeluarkan oleh tumbuhan hijau kemudian dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup di dalam proses pernapasan.
  3. Komponen konsumen, yaitu organisme heterotrofik seperti hewan dan manusia yang memakan organisme lain. Sehingga yang disebut sebagai konsumen adalah semua organisme dalam sebuah ekosistem yang menggunakan hasil sintesis (bahan organik) dari produsen atau dari organisme lainnya.
  4. Komponen pengurai, yakni mikroorganisme yang hidupnya bergantung pada bahan organik dari organisme mati (hewan, tumbuhan dan manusia yang telah mati). Mikroorganisme pengurai tersebut pada umumnya terdiri atau bakteri dan jamur.


BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
    Alat-alat yang digunakan dalam melakukan percobaan ini adalah alat tulis dan kalkulator.
III.1.2 Bahan
    Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kertas grafik.
III.2 Prosedur Kerja
III.2.1 Pertumbuhan Populasi
Adapun prosedur kerja percobaan pertumbuhan populasi adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan model
Kita umpamakan di suatu pulau pada tahun 2017 dihuni oleh 10 burung gereja (5 pasang jantan & betina).
MODEL 1
Asumsi I 
    Setiap musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II 
    Setiap tahun semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya.
Asumsi III 
    Setiap tahun semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. (Dalam keadaan sebenarnya beberapa tetua akan hidup dan beberapa keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antara model yang kita buat dengan keadaan yang sebenarnya).
Asumsi IV 
    Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
MODEL 2
Mengubah asumsi II 
    Setiap tahun dua perlima dari tetua (jantan dan betina sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya, baru kemudian mati. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan. Hitunglah besarnya populasi setiap generasi. Bandingkan hasil ini dengan hasil asumsi asli (sebelum dirubah) dengan jalan menggambar grafik pada kertas grafik yang dipakai untuk mencantumkan dalam asumsi asli. 
MODEL 3
Mengubah asumsi III 
    Setiap tahun dua perlima dari keturunannya (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan. Sebagai yang terdahulu, hitunglah populasi dan gambarlah grafik untuk perbandingannya.
MODEL 4
Mengubah asumsi IV
    Setiap tahun 50 burung gereja baru (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke pulau tersebut dari tempat lainnya. Tidak seekor burung yang meninggalkan pulau tersebut. Asumsi yang lain tidak berubah.
2. Menghitung pertumbuhan populasi berdasarkan uraian tersebut.
3. Menggambarkan grafik pertumbuhan populasi.
III.2.2 Pengamatan Ekosistem
  1. Adapun prosedur kerja percobaan pengamatan ekosistem adalah sebagai berikut:
  2. Memilih daerah penelitian.
  3. Menentukan data yang akan dikumpulkan atau diteliti.
  4. Melakukan survey pada daerah yang telah ditentukan.
  5. Menentukan batasan di daerah penelitian dan mengumpul data.
  6. Mengidentifikasi data spesies yang telah dikumpulkan.
  7. Merangkai rantai makanan dari data spesies.
  8. Merangkai jaring-jaring makanan dari data spesies.
  9. Menyusun piramida makanan dari data spesies.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Pertumbuhan Populasi
Model 1
Tahun 2017
Asumsi I    : 5 x 10 = 50 keturunan
                     50 + 10 = 60 populasi
Asumsi II   : 60 – 10 = 50 populasi
Asumsi III  : 50 populasi
Asumsi IV  : 50 populasi
Tahun 2018
Asumsi I    : 25 x 10 = 250 keturunan
                     250 + 50 = 300 populasi
Asumsi II   : 300 – 50 = 250 populasi
Asumsi III  : 250 populasi
Asumsi IV  : 250 populasi
Tahun 2019
Asumsi I    : 125 x 10 = 1250 keturunan
                     1250 + 250 = 1500 populasi
Asumsi II   : 1500 – 250 = 1250 populasi
Asumsi III  : 1250 populasi
Asumsi IV  : 1250 populasi
Tahun 2020
Asumsi I    : 625 x 10 = 6250 keturunan
                     6250 + 1250 = 7500 populasi
Asumsi II   : 7500 – 1250 = 6250 populasi
Asumsi III  : 6250 populasi
Asumsi IV  : 6250 populasi
Tahun 2021
Asumsi I    : 3125 x 10 = 31250 keturunan
                     31250 + 6250 = 37500 populasi
Asumsi II   : 37500 – 6250 = 31250 populasi
Asumsi III  : 31250 populasi
Asumsi IV  : 31250 populasi

Model 2
Tahun 2017
Asumsi I    : 5 x 10 = 50 keturunan
                     50 + 10 = 60 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 10 = 50 hidup
                     10 – 4 = 6 mati
                     60 – 6 = 54 populasi
Asumsi III  : 54 populasi
Asumsi IV  : 54 populasi
Tahun 2018
Asumsi I    : 27 x 10 = 270 keturunan
                     270 + (50-4) = 316 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 50 = 20 hidup
                     270 + 20 = 290 populasi
Asumsi III  : 290 populasi
Asumsi IV  : 290 populasi
Tahun 2019
Asumsi I    : 145 x 10 = 1450 keturunan
                     1450 + (290-20) = 1720 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 270 = 108 hidup
                     1450 + 108 = 1558 populasi
Asumsi III  : 1558 populasi
Asumsi IV  : 1558 populasi
Tahun 2020
Asumsi I    : 779 x 10 = 7790 keturunan
                     7790 + (1558 – 108) = 9240 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 1450 = 580 hidup
                     7790 + 580 = 8370 populasi
Asumsi III  : 8370 populasi
Asumsi IV  : 8370 populasi
Tahun 2021
Asumsi I    : 4185 x 10 = 41850 keturunan
                     41850 + (8370 – 580) = 49640 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 7790 = 3116 hidup
                     41850 + 3116 = 44966 populasi
Asumsi III  : 44966 populasi
Asumsi IV  : 44966 populasi

Model 3
Tahun 2017
Asumsi I    : 5 x 10 = 50 keturunan
                     50 + 10 = 60 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 50 = 50 mati
                     60 - 20 = 40 hidup
Asumsi III  : 40 populasi
Asumsi IV  : 40 populasi
Tahun 2018
Asumsi I    : 20 x 10 = 200 keturunan
                     200 + 40 = 240 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 200 = 80 mati
                     240 - 80 = 160 hidup
Asumsi III  : 160 populasi
Asumsi IV  : 160 populasi
Tahun 2019
Asumsi I    : 80 x 10 = 800 keturunan
                     240 - 160 = 960 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 200 = 320 mati
                     960 - 320 = 640 hidup
Asumsi III  : 640 populasi
Asumsi IV  : 640 populasi
Tahun 2020
Asumsi I    : 320 x 10 = 3200 keturunan
                     3200 + 640 = 3840 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 3200 = 1280 mati
                     3840 - 1280 = 2560 populasi
Asumsi III  : 2560 populasi
Asumsi IV  : 2560 populasi
Tahun 2021
Asumsi I    : 1280 x 10 = 12800 keturunan
                     12800 + 2560 = 15360 populasi
Asumsi II   : 2/5 x 12800 = 5120 mati
                     15360 - 5120 = 10240 hidup
Asumsi III  : 10240 populasi
Asumsi IV  : 10240 populasi

Model 4
Tahun 2017
Asumsi I    : 5 x 10 = 50 keturunan
                     50 + 10 = 60 populasi
Asumsi II   : 60 – 10 = 50 populasi
Asumsi III  : 50 populasi
Asumsi IV  : 50 + 50 = 100 populasi
Tahun 2018
Asumsi I    : 50 x 10 = 500 keturunan
                     500 + 100 = 600 populasi
Asumsi II   : 600 – 100 = 500 populasi
Asumsi III  : 500 populasi
Asumsi IV  : 500 + 50 = 550 populasi
Tahun 2019
Asumsi I    : 275 x 10 = 2750 keturunan
                     2750 + 550 = 3300 populasi
Asumsi II   : 3300 – 550 = 2750 populasi
Asumsi III  : 2750 populasi
Asumsi IV  : 2750 + 50 = 2800 populasi
Tahun 2020
Asumsi I    : 1400 x 10 = 14000 keturunan
                     14000 + 2800 = 16800 populasi
Asumsi II   : 16800 – 2800 = 14000 populasi
Asumsi III  : 14000 populasi
Asumsi IV  : 14000 + 50 = 14050 populasi
Tahun 2021
Asumsi I    : 7025 x 10 = 70250 keturunan
                     70250 + 14050 = 84300 populasi
Asumsi II   : 84300 – 14050 = 70250 populasi
Asumsi III  : 70250 populasi
Asumsi IV  : 70250 + 50 = 70300 populasi

IV.1.2 Pengamatan Ekosistem
Biotik
Semanggi                            Marsilea crenata
Daun afrika                         Vernonia amygdalina
Beras wutah                        Dieffenbachia amoena
Mengkudu                           Morinda citrifolia
Gaharu                                 Aquilaria malaccensis
Lidah mertua                       Sansevieria trifasciata
Daun bulu ayam                  Desmodium pulchellum
Hanjuang                             Cordyline fruticosa
Palem putri                          Veitchie merrilli
Puring                                  Codiaeum variegatum
Kamboja                              Plumeria sp.
Jahe                                      Zingiber officinale
Suplir                                   Adiantum sp.
Cabai                                   Capsicum annuum
Jeruk bali                             Citrus maxima
Ginseng                               Panax sp.
Jarak pagar                          Jatropha curcas
Pakis haji                             Cycas rumphii
Jangkrik                               Gryllus asimilis
Nyamuk                               Aides sp.
Semut hitam                         Lasius fuliginosus
Rayap                                   Macrotermes sp.
Rumput teki                         Cyperus sp.
Putri malu                            Mimosa pudica
Bunga kembang sepatu       Hibiscus rosa-sinensis
Kucing                                 Felis catus
Belalang                              Valanga sp.
Katak                                   Rana cancrivora
Cicak                                   Cosymbotus sp.
Kupu-kupu                          Rhopalocera sp.
Ulat daun                             Handeuleum doleschallia polibete
Abiotik
Batu
Tanah
Air
Sinar matahari

Rantai Makanan
Jaring-jaring Makanan
Piramida Ekologi

IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Perhitungan Populasi Burung Gereja
    Pada model pertama (tahun 2017), diumpamakan di suatu pulau dihuni oleh 10 ekor burung gereja (5 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 50 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 60 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 10 ekor sehingga totalnya 50 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 50 ekor burung gereja.
    Di tahun kedua yakni tahun 2018, terdapat 50 ekor burung gereja (25 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 250 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 300 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 50 ekor sehingga totalnya 250 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 250 ekor burung gereja.
    Di tahun ketiga yakni tahun 2019, terdapat 250 ekor burung gereja (125 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 1250 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 1500 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 250 ekor sehingga totalnya 1250 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 1250 ekor burung gereja.
    Di tahun keempat yakni tahun 2020, terdapat 1250 ekor burung gereja (625 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 6250 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 7500 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 1250 ekor sehingga totalnya 6250 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung gereja yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 6250 ekor burung gereja.
    Di tahun kelima yakni tahun 2021, terdapat 6250 ekor burung gereja (3125 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 31250 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 37500 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 6250 ekor sehingga totalnya 31250 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 31250 ekor burung gereja.
    Pada model kedua (tahun 2017), diumpamakan di suatu pulau dihuni oleh 10 ekor burung gereja (5 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 50 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 60 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tetua (jantan dan betina sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya baru kemudian mati sehingga 2/5 dari 10 yaitu 4 ekor. Maka 60 ekor dikurangi 6 tetua yang mati, maka tersisa 54 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 54 ekor burung gereja.
    Pada tahun kedua yakni tahun 2018, terdapat 54 ekor burung gereja (27 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 270 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk yang masih hidup, maka totalnya 316 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tetua (jantan dan betina sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya baru kemudian mati sehingga 2/5 dari 50 yaitu 20 ekor. Maka jumlah keturunan ditambah 20 tetua yang masih hidup, maka tersisa 290 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 290 ekor burung gereja.
    Pada tahun ketiga yakni tahun 2019, terdapat 290 ekor burung gereja (27 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 1450 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk yang masih hidup, maka totalnya 1720 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tetua (jantan dan betina sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya baru kemudian mati sehingga 2/5 dari 270 yaitu 108 ekor. Maka jumlah keturunan ditambah 108 tetua yang masih hidup, maka tersisa 1558 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 1558 ekor burung gereja.
    Pada tahun keempat yakni tahun 2020, terdapat 1558 ekor burung gereja (779 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 7790 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk yang masih hidup, maka totalnya 9240 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tetua (jantan dan betina sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya baru kemudian mati sehingga 2/5 dari 1450 yaitu 580 ekor. Maka jumlah keturunan ditambah 580 tetua yang masih hidup, maka tersisa 8370 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 8370 ekor burung gereja.
    Pada tahun keempat yakni tahun 2021, terdapat 8370 ekor burung gereja (4185 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 41850 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk yang masih hidup, maka totalnya 49640 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tetua (jantan dan betina sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya baru kemudian mati sehingga 2/5 dari 7790 yaitu 3116 ekor. Maka jumlah keturunan ditambah 3116 tetua yang masih hidup, maka tersisa 44966 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 44966 ekor burung gereja.
    Pada model ketiga (tahun 2017), diumpamakan di suatu pulau dihuni oleh 10 ekor burung gereja (5 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 50 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 60 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari keturunannya (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur jadi 2/5 dari 50 adalah 20 maka 60 dikurangi 20 tersisa 40 ekor yang masih hidup. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 40 ekor burung gereja.
    Pada tahun kedua yakni tahun 2018, terdapat 40 ekor burung gereja (20 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 200 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 240 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari keturunannya (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur jadi 2/5 dari 50 adalah 80 maka 240 dikurangi 80 tersisa 160 ekor yang masih hidup. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 160 ekor burung gereja.
    Pada tahun ketiga yakni tahun 2019, terdapat 160 ekor burung gereja (80 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 800 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 960 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari keturunannya (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur jadi 2/5 dari 800 adalah 320 maka 960 dikurangi 320 tersisa 640 ekor yang masih hidup. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 640 ekor burung gereja.
    Pada tahun keempat yakni tahun 2020, terdapat 640 ekor burung gereja (320 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 3200 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 3840 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari keturunannya (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur jadi 2/5 dari 3200 adalah 1280 maka 3840 dikurangi 1280 tersisa 2560 ekor yang masih hidup. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 2560 ekor burung gereja.
    Pada tahun kelima yakni tahun 2021, terdapat 2560 ekor burung gereja (1280 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 12800 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 15360 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari keturunannya (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur jadi 2/5 dari 12800 adalah 5120 maka 15360 dikurangi 5120 tersisa 10240 ekor yang masih hidup. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Begitu pula pada asumsi IV, di mana tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah populasi pun tetap, yakni 10240 ekor burung gereja.
    Pada model keempat (tahun 2017), diumpamakan di suatu pulau dihuni oleh 10 ekor burung gereja (5 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 50 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 60 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 10 ekor sehingga totalnya 50 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Pada asumsi IV, 50 burung gereja baru (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke pulau tersebut dari tempat lainnya dan tidak seekorpun burung yang meninggalkan pulau tersebut. Maka 50 ditambah 50 adalah 100 ekor burung gereja.
    Pada tahun kedua yakni tahun 2018, terdapat 100 ekor burung gereja (50 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 500 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 600 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 100 ekor sehingga totalnya 500 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Pada asumsi IV, 50 burung gereja baru (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke pulau tersebut dari tempat lainnya dan tidak seekorpun burung yang meninggalkan pulau tersebut. Maka 500 ditambah 50 adalah 550 ekor burung gereja.
    Pada tahun ketiga yakni tahun 2019, terdapat 550 ekor burung gereja (275 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 2750 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 3300 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 550 ekor sehingga totalnya 2750 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Pada asumsi IV, 50 burung gereja baru (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke pulau tersebut dari tempat lainnya dan tidak seekorpun burung yang meninggalkan pulau tersebut. Maka 2750 ditambah 50 adalah 2800 ekor burung gereja.
    Pada tahun keempat yakni tahun 2020, terdapat 2800 ekor burung gereja (1400 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 14000 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 16800 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 2800 ekor sehingga totalnya 14000 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Pada asumsi IV, 50 burung gereja baru (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke pulau tersebut dari tempat lainnya dan tidak seekorpun burung yang meninggalkan pulau tersebut. Maka 14000 ditambah 50 adalah 14050 ekor burung gereja.
    Pada tahun kelima yakni tahun 2021, terdapat 14050 ekor burung gereja (7025 pasang jantan dan betina). Berdasarkan asumsi I, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina menghasilkan 70250 ekor burung gereja kemudian ditambah dengan jumlah induk, maka totalnya 84300 ekor. Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, maka jumlah burung berkurang 14050 ekor sehingga totalnya 70250 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya sehingga jumlah populasi adalah tetap. Pada asumsi IV, 50 burung gereja baru (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke pulau tersebut dari tempat lainnya dan tidak seekorpun burung yang meninggalkan pulau tersebut. Maka 70250 ditambah 50 adalah 70300 ekor burung gereja.
IV.2.2 Pengamatan Ekosistem
    Pada rantai makanan, bunga kembang sepatu yang merupakan organisme autotrof adalah sebagai produsen yang menghasilkan energi berupa karbohidrat. Energi dari produsen kemudian ditransfer ke nyamuk yang merupakan organisme heterotrof sekaligus sebagai konsumen 1. Nyamuk lalu dimangsa oleh cicak sebagai konsumen 2. Pada tingkat terakhir, terdapat kucing sebagai konsumen tingkat tertinggi. Organisme yang telah mati kemudian akan diurai oleh jamur yang merupakan dekomposer.
    Pada jejaring makanan, bunga kembang sepatu berperan sebagai produsen yang dimakan oleh belalang, nyamuk dan kupu-kupu sebagai konsumen 1. Belalang kemudian dimakan oleh semut dan kucing sementara nyamuk dan kupu-kupu dimakan oleh cicak yang merupakan konsumen 2. Cicak kemudian dimakan oleh kucing. Kucing dan semut lalu diurai oleh jamur yang merupakan dekomposer.
    Pada piramida makanan, tampak bahwa bunga kembang sepatu dan kamboja yang merupakan produsen menempati tropik I. Tropik II ditempati oleh konsumen 1, yakni nyamuk, belalang dan kupu-kupu. Tropik III ditempati oleh konsumen 2, yakni cicak dan semut. Adapun tropik IV ditempati oleh konsumen 3, yakni kucing.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
  1. Suatu populasi dapat tumbuh karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor kelahiran, kematian, dan migrasi.
  2. Terdapat interaksi antar komponen, baik itu komponen biotik dengan komponen biotik maupun komponen biotik dengan komponen abiotik. Interaksi antar komponen biotik menimbulkan sistem makan dimakan yang disebut dengan rantai makanan yang di mana rantai makanan tersebut bersatu membentuk jaring-jaring makanan. Dari jaring-jaring makanan tersebut, maka dapat dibentuk suatu piramida makanan di mana tingkat terbawah diisi oleh produsen kemudian konsumen I di tingkat yang lebih atas dan seterusnya hingga berada di puncak tertinggi, yakni diisi oleh konsumen tertinggi.
V.2 Saran
    Dalam melakukan percobaan ini, diperlukan kecermatan pada saat pengumpulan data maupun pada saat pengolahan data yang ada. Selain itu, pengumpulan data sebaiknya dilakukan di tempat yang lebih luas dengan organisme yang lebih beragam agar dapat melihat mekanisme jejaring makanan yang lebih kompleks.

DAFTAR PUSTAKA


Boyce, W.E. dan Richard, C. D., 2012. Elementary Differential Equations and Boundary Value Problem Eight Edition. New York: John Willey & Sons Inc..

Campbell, N.A., Jane, B.R., Lisa, A.U., Michael, L.C., Steven, A.W., Peter, V.M. dan Robert, B.J., 2010. Biologi Edisi 8, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Campbell, N.A., Jane, B.R., Lisa, A.U., Michael, L.C., Steven, A.W., Peter, V.M. dan Robert, B.J., 2004. Biology Eleventh Edition. New York: Pearson Education, Inc.

Indriyanto, 2010. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Silvertown, J., Yoseph, A., David, G., 2015. Hydrological Niches in Terrestrial Plant Communities: A Review. Inggris: Journal of Ecology. No.103:93-108.

Yudasmara, G.A., 2015. Analisis Keanekaragaman dan Kemelimpahan Relatif Algae Mikroskopis di Berbagai Ekosistem pada Kawasan Intertidal Pulau Menjangan Bali Barat. Bali: Jurnal Sains dan Teknologi. No.1(4):503-515.



Tidak untuk disalin! 
Artikel ini dibagikan untuk memberi contoh dan menginspirasi:)

0 Comment:

Post a Comment

/>