BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Suatu kelompok yang hidup dengan menyesuaikan diri secara bersama-sama dalam suatu lingkungan alami disebut dengan komunitas. Makhluk hidup terbagi atas berbagai spesies yang menempati suatu habitat secara alamiah dan membentuk kelompok di dalamnya. Kelompok tersebut akan bergerak mencari lingkungan yang sesuai dengan faktor lingkungan yang dibutuhkannya. Karakteristik komunitas pada suatu lingkungan adalah keanekaragaman. Keanekaragaman komponen biotik memberikan pengaruh pada tingginya tingkat keanekaragaman di mana semakin tinggi keanekaragaman komponen biotik, maka semakin tinggi pula tingkat keanekaragaman yang ada pada lingkungan tersebut (Riberu, dalam Mardiyanti, dkk., 2013).
Dengan mengetahui informasi mengenai keanekaragaman tumbuh-tumbuhan, maka dapat diketahui bagaimana kestabilan suatu ekosistem. Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan, maka data dapat dianalisis menggunakan Indeks Shannon-Wienner (Prasetyo, dalam Mardiyanti, dkk., 2013). Sementara untuk mengetahui dominasi spesies tumbuhan, data yang diperoleh dapat dianalisis menggunakan Indeks Simpson (Marpaung, dalam Mardiyanti, dkk., 2013).
Dari penjabaran di atas, maka perlu dilakukan sebuah praktikum untuk mengetahui keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener.
I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui dan menentukan keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan berdasarkan pada Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener.
- Melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan menganalisis data parameter yang dikumpulkan dengan menggunakan statistik ekologi secara tepat dan teliti.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Adapun percobaan ini dilaksanakan pada hari ------------------- pukul 05.30 – 07.00 WITA dan 14.00 – 17.00 WITA bertempat di pelataran gedung IPTEKS dan Laboratorium Biologi Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum
Indonesia termasuk dalam salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia bersama dengan Brazil dan Zaire. Keanekaragaman hayati tersebut meliputi tumbuhan dan hewan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia di mana Indonesia merupakan negara keempat yang memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang sangat tinggi, yakni memiliki kurang lebih 38.000 jenis (Indrawan, dalam Nugroho, dkk., 2015). Seluruh sumber daya alam yang ada di bumi bergabung membentuk unsur pembentukan lingkungan hidup yang kemudian melahirkan berbagai gejala fenomena alam berupa keanekaragaman. Keanekaragaman inilah yang kemudian dimanfaatkan dalam berbagai usaha penunjang kehidupan setiap makhluk hidup yang menempati alam semesta ini (Irwan, 2010).
Keanekaragaman hayati atau disebut juga biodiversitas yang diserap dari bahasa Inggris biodiversity merupakan jumlah jenis yang dapat ditinjau dari tiga tingkat sebagai berikut (Irwan, 2010):
- Tingkat keanekaragaman gen dan kromosom yang menjadi unit herediter makhluk hidup.
- Tingkat keanekaragaman jenis atau spesies yang menggolongkan makhluk hidup yang mempunyai susunan gen tertentu,
- Tingkat keanekaragaman ekosistem atau ekologi yang menjadi tempat hidup berbagai jenis makhluk hidup melangsungkan hidup dan berinteraksi dengan berbagai faktor biotik dan abiotik.
II.2 Keanekaragaman Jenis
Interaksi yang terjadi antar spesies dapat memberikan pengaruh pada komunitas biologis. Namun tak hanya itu, beberapa spesies juga dapat bersifat dominan di mana spesies tersebut memberikan kontrol yang kuat pada struktur suatu komunitas. Hal tersebut terutama memberikan pengaruh pada komposisi, kelimpahan relatif dan keanekaragaman spesies (Campbell, dkk., 2017).
Keanekaragaman spesies (species diversity) dalam suatu komunitas terdiri atas dua komponen, yakni kekayaan spesies (species richness) dan kelimpahan relatif (relative abundance). Kekayaan spesies merupakan jumlah spesies berbeda dalam komunitas sedangkan kelimpahan relatif adalah proporsi yang dipresentasikan oleh masing-masing spesies dari seluruh individu yang terdapat dalam suatu komunitas (Campbell, dkk., 2017).
Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wijana (2014), kekayaan spesies merupakan faktor yang memiliki peran lebih besar menentukan indeks keanekaragaman spesies. Telah diketahui bahwa kedua komponen yang telah disebutkan sebelumnya, yakni kekayaan spesies dan kelimpahan relatif, masing-masing memiliki indeks tertentu. Kedua indeks tersebut dikatakan memiliki kontribusi yang sama atau seimbang jika diperoleh nilai indeks yang sama atau mendekati sama pada kedua komponen. Sebaliknya, jika salah satu komponen memberikan kontribusi yang lebih besar dibanding komponen yang lainnya, maka penentuan indeks keanekaragaman jenis cenderung ditentukan oleh komponen tersebut.
Dinamika keanekaragaman suatu spesies dalam habitat alaminya dapat diketahui dengan mengamati atau mempelajari interaksi yang terjadi dalam komunitas tersebut. Tak hanya itu, dengan informasi mengenai keanekaragaman spesies dalam suatu habitat tersebut, maka peneliti dapat mengembangkan usaha dalam menjaga kestabilan ekosistem yang ada. Dengan begitu, tiap makhluk hidup yang ada alam dapat hidup harmonis dalam usaha melangsungkan kehidupannya (Mardiyanti, dkk., 2013).
Adanya keanekaragaman hayati yang tinggi dalam suatu komunitas menjadi indikasi bahwa adanya kompleksitas tinggi dan akan terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi atau jaring makanan, predasi serta pembagian relung yang lebih kompleks dan stabil. Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas. Stabilitas komunitas merupakan kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil walaupun mendapatkan berbagai jenis gangguan terhadap komponen-komponennya (Sriyati, dalam Nugroho, 2015).
II.3 Indeks Shannon-Weiner dan Simpsom
Indeks Shannon-Weiner mengindikasikan keserasian, kekayaan dan keanekaragaman suatu spesies. Shannon dan Weaver (1949) melakukan penelitian berdasarkan keankeragaman yang terdapat pada berbagai jenis burung dan melahirkan asumsi bahwa individu-individu secara acak menjadi sampel, baik dari populasi besar yang independen hingga seluruh spesies yang mewakili suatu sampel. Keanekaragaman Shannon secara luas digunakan untuk membandingka antara keragaman dan berbagai habitat yang ada di alam. Hal tersebut dikalkulasikan untuk mengetahui keragaman spesies pada habitat yang berbeda berdasarkan kelimpahan spesies yang ada, yakni dengan rumus sebagai berikut (Bibi dan Ali, 2013):
H’ = -∑Pi lnPi............................................(2.1)
dengan,
H’ = Indeks keanekaragamanPi = Proporsi tiap spesies dalam sampel (ni/N)ni = Jumlah nilai penting satu jenisN = Jumlah nilai penting seluruh jenislnPi = Logaritma natural (bilangan alami)
Adapun nilai tolak ukur indeks keanekaragaman dapat dilihat dari tabel berikut (Mardiyanti, dkk., 2013):
Selain Indeks Shannon-Wiener, adapula Indeks Simpson yang mengukur kemungkinan yang menyatakan bahwa dua individu yang terpilih secara acak dari suatu sampel akan terdiri dari spesies yang sama. Simpson memberikan probabilitas dari dua individu, mencakup komunitas besar dari spesies yang berbeda. Rumus Indeks Simpson adalah sebagai berikut (Bibi dan Ali, 2003):
D = l – {∑n (n-1) / N(N-1)}................................(2.2)
dengan,
n = Jumlah total burung pada spesies tertentuN = Jumlah total burung dari semua spesies
Keanekaragaman hayati dibagi atas tiga berdasarkan tingkatnya, yakni tingkat keanekaragaman gen, jenis dan ekosistem. Tingkat keanekaragaman jenis disebut juga keanekaragmaan spesies, yakni penggolongan akibat adanya perbedaan susunan gen sehingga memunculkan variasi pada tingkat keanekaragaman jenis. Adanya perbedaan spesies dalam suatu komunitas memunculkan adanya individu yang dominan dibanding spesies lainnya.
Keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas terbagi atas dua komponen, yakni kekayaan spesies dan kelimpahan relatif. Kekayaan spesies menyatakan tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan yang dianalisis dengan menggunakan persamaan Indeks Shannon-Wiener. Sedangkan kelimpahan relatif menyatakan dominansi suatu spesies yang dianalisis dengan menggunakan persamaan Indeks Simpson. Jika diperoleh nilai yang sama atau mendekati sama, maka dapat dikatakan bahwa kedua indeks tersebut memiliki kontribusi yang sama. Sedangkan jika hanya salah satu dari indeks tersebut yang memiliki nilai tinggi, maka indeks tersebut memberikan kontribusi yang besar sehingga berlakulah konsep dominansi.
Sangat penting diketahui bagaimana tingkat keanekaragaman jenis dalam suatu populasi. Hal itu disebabkan karena dengan mengetahui informasi tersebut, maka manusia dapat mengambil tindakan yang bijak dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki alam sehingga dapat dipertahankan kestabilan suatu ekosistem. Adapun kehadiran keanekaragaman jenis yang tinggi dalam suatu komunitas menunjukkan akan adanya kompleksitas yang tinggi. Kompleksitas yang tinggi akan menuntun pada stabil dan kompleksnya mekanisme pertukaran energi di antara makhluk hidup. Stabil dalam hal ini berarti individu mampu mempertahankan dirinya dalam kondisi lingkungan yang tidak sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Bibi, F. dan Z. Ali, 2013. Measurement of Diversity Indices of
Avian Communities at Taunsa Barrage Wildlife Sanctuary, Pakistan. The Journal of Animal & Plant Sciences. 23(2):469-474
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman dan P.V.
Minorsky, 2017. Biology Eleventh Edition. New York: Pearson Education Inc..
Irwan, Z.D., 2010. Prinsip-Prinsip
Ekologi: Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. Jakarta: PT Bumi Aksara
Mardiyanti, D.E. K.P. Wicaksono dan M. Baskara, 2013. Dinamika Eanekaragaman Spesies Tumbuhan
Pasca Pertanaman Padi. Jurnal Produksi
Tanaman. 1(1):24-35.
Nugroho, A.S., T. Anis dan M. Ulfah, 2015. Analisis Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Berbuah di Hutan Lindung Surokonto, Kendal, Jawatengah dan Potensinya sebagai
Kawasan Konservasi Burung. PROS SEM
NAS MASY BIODIV INDON. 1(3):472-476.
Wijana, N., 2014. Pengambilan Sampel
Berdasarkan Peringkat pada Analisis Regresi Linier Sederhana. Jurnal Sains dan Teknologi. 3(1):288-299.
Paragraf yang tidak memiliki rujukan, mengikuti rujukan paragraf sebelumnya. Kecuali beberapa paragraf terakhir yang merupakan rangkuman.
Tidak untuk disalin!
Artikel ini dibagikan untuk memberi contoh dan menginspirasi:)
0 Comment:
Post a Comment