Daftar Isi
TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk mengetahui teknik perhitungan mikroba secara langsung maupun tidak langsung.
DASAR TEORI
A. Pencemaran Air
Menurut Keputusan
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1/1988, yang
dimaksud dengan polusi atau pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air dan/atau
berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam,
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya
(Fardiaz, 1992). KP3KDKP, dalam Diana (2013), mengatakan bahwa pencemaran air
dapat disebabkan oleh adanya aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk
pertanian, pengembangan perkotaan dan industri, penebangan kayu, dan
penambangan di daerah tangkapan air serta akibat limbah rumah tangga.
Indikator
pencemaran air ditandai dengan adanya perubahan atau tanda yang dapat teramati
secara fisik, kimiawi, dan biologis, diuraikan sebagai berikut (Fardiaz, dalam
Diana, 2013):
- Pengamatan secara fisik, yakni pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna, bau, dan rasa.
- Pengamatan secara kimiawi, yakni pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut atau perubahan pH.
- Pengamatan secara biologis, yakni pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada di dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.
Kualitas air
dinyatakan dengan beberapa parameter, yakni (Effendi, 2003):
- Parameter fisika: cahaya, suhu, kecerahan dan kekeruhan, warna, konduktivitas, padatan total, zat terlarut dan tersuspensi, serta salinitas.
- Parameter kimia: pH dan asiditas, potensi redoks, oksigen terlarut, CO2, alkalinitas, kesadahan, dan bahan organik terlarut.
- Parameter biologi: keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya.
B. Pengujian Kualitas Air
Enumerasi adalah
teknik perhitungan jumlah mikroba yang dilakukan dalam pengujian kualitas air.
Terdapat enumerasi langsung dan enumerasi tidak langsung. Enumerasi langsung
dapat dilakukan menggunakan metode Counting
Chamber, yaitu menghitung jumlah individu sel yang terdapat pada ruangan
kubus dari hemasitometer, kemudian dikalikan dengan jumlah pengenceran terhadap
suspensi mikroorganisme yang diamati. Hasilnya kemudian akan dikalikan dengan
volume petak alat tersebut sehingga jumlah organisme yang ada per MM dapat
diketahui. Perhitungan dengan alat ini relatif cepat, tetapi memiliki beberapa
kekurangan di antaranya tidak dapat membedakan sel mati dan sel hidup sehingga
semua sel ikut terhitung. Metode ini juga tidak sensitif pada sel dengan
populasi di bawah satu juta sel (Prasetya, 2019).
Contoh metode enumerasi
tidak langsung adalah TPC dan MPN. Total
Plate Count (TPC) bertujuan untuk menghitung jumlah koloni mikroorganisme
yang hidup dalam suatu bahan. Perhitungan ini dilakukan dengan cara menumbuhkan
sel mikroorganisme yang masih hidup pada media agar, sehingga sel
mikroorganisme tersebut berkembang biak dan membentuk satu koloni, jadi jumlah
koloni dianggap setara dengan jumlah sel (Prasetya, 2019). Metode enumerasi
tidak langsung yang kedua adalah MPN, yakni suatu metode enumerasi mikroorganisme
yang menggunakan data dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair
spesifik dalam seri tabung kultur dengan tingkat pengenceran tertentu. Dengan
demikian, dihasilkan kisaran jumlah mikroorganisme yang diuji dalam nilai MPN/satuan
volume atau massa sampel (Aryanta, dalam Sari dan Apridamayanti, 2014).
C. Oksigen Terlarut
Kehidupan makhluk
hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan
konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Karena
bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen dapat menurunkan jumlah oksigen
terlarut di dalam air dengan cepat. Oleh karena itu, uji terhadap bahan-bahan
buangan tersebut penting dilakukan untuk mengetahui tingkat polusi air. Untuk
mengetahui adanya polutan tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu uji BOD
(Biochemical Oxygen Demand) dan uji
COD (Chemical Oxygen Demand). Pada
prinsipnya kedua uji tersebut mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan tersebut melalui reaksi biokimia oleh organisme hidup
(uji BOD) atau melalui reaksi kimia (uji COD) (Fardiaz, 1992).
D. Penentuan Kadar Oksigen Terlarut (DO)
1. Metode Titrasi
Winkler
Metode ini secara
umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsip metode Winkler
adalah oksigen di dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke dalam
larutan pada keadaan alkali, menyebabkan terbentuknya endapan MnO2. Penambahan
asam sulfat (H2SO4) dan kalium iodida (KI) menyebabkan
dibebaskannya iodin yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang
dibebaskan tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode titrasi iodometri
dengan larutan standar tiosulfat dan indikator kanji. Kelebihan metode Winkler
dalam menganalisis oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen/DO) adalah pengaplikasiannya lebih mudah karena hanya dilakukan cara
titrasi. Selain itu, metode ini lebih teliti dan akurat apabila dibandingkan
dengan cara menggunakan alat DO meter (Septiawan, 2014).
2. Metode Elektrokimia
Cara penentuan
oksigen terlarut dengan metode elektrokimia adalah cara langsung untuk
menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah
menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam
dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan
katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, 8 elektroda ini
dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semipermeabel terhadap oksigen.
Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut:
Katoda: O2
+ 2H2O + 4e- → 4OH- (1)
Anoda: Pb + 2HO
> PbO + H2O + 2e- (2)
Aliran reaksi yang
terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi oksigen
dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut
(Mardhiya, 2017).
Menurut Dwyana
(2019), syarat perhitungan Standard Plate
Count (SPC) adalah sebagai berikut:
- Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari 2 angka, yaitu angka pertama di depan koma dan angka kedua di belakang koma. Jika angka ketiga lebih besar dari 5, dilakukan pembulatan.
- Cawan yang dihitung atau dipilih adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30-300 koloni.
- Jika semua pengenceran menghasilkan angka kurang dari 30 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran terendah yang dihitung dengan memperhitungkan faktor pengencernya.
- Jika semua pengenceran menghasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung dengan memperhitungkan faktor pengencernya.
- Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan jumlah koloni antara 30-300, sedangkan hasil perbandingan dari keduanya ≤2, maka tentukan rata-rata dari keduanya. Jika hasil keduanya >2, maka yang dihitung adalah nilai yang terkecil.
PROSEDUR KERJA
A. Metode Standard Plate Count (SPC) dan Most Probable Number (MPN)
- Disiapkan 9 buah tabung reaksi dengan masing-masing tabung diisi 9 mL akuades steril.
- Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung pertama lalu dihomogenkan sehingga didapatkan pengenceran 10-1.
- Sebanyak 1 mL larutan dalam tabung pengenceran 10-1 dicampurkan ke dalam tabung kedua sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Tahapan ini diulang hingga didapatkan tabung pengenceran 10-9.
- Sebanyak 1 mL larutan pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3 dimasukkan ke dalam 3 seri tabung media LB yang telah berisi tabung Durham. Tabung pengenceran 10-1 dimasukkan ke masing-masing tabung pada seri pertama, tabung 10-2 ke dalam tabung seri kedua, begitupun tabung 10-3 ke dalam tabung seri ketiga.
- Sebanyak 1 mL larutan dalam tabung pengenceran 10-7, 10-8, dan 10-9 dimasukkan ke dalam 3 buah cawan petri yang kemudian diisi media NA.
- Kultur diinkubasi menggunakan otoklaf pada suhu 121 °C dan tekanan 2 atm selama 15 menit.
B. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
- Ditambahkan 2 mL larutan MnSO4 pada sampel air pertama.
- Ditambahkan 2 mL larutan NaOH + KI sehingga terbentuk endapan.
- Ditambahkan 2 mL H2SO4.
- Diambil larutan sebanyak 100 ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
- Dititrasi hingga larutan berubah warna menjadi kuning muda.
- Ditambahkan larutan amilum hingga larutan berubah warna menjadi biru tua.
- Dititrasi hingga warna biru tua hilang.
- Dicatat volume akhir larutan Na2S2O3 pada buret dan dihitung nilai DO awal.
- Sampel kedua yang berisi air dari sumber yang sama diinkubasi selama 5 hari.
- Setelah 5 hari, dilakukan kembali langkah 1 hingga 8 untuk memperoleh nilai DO akhir.
C. Perhitungan dengan Hemasitometer
- Permukaan hemasitometer dibersihkan.
- Tiap ruang hemasitometer diisi dengan sampel air menggunakan pipet Pasteur.
- Ditutup dengan kaca tutup hemasitometer.
- Hemasitometer diletakkan pada mikroskop dengan perbesaran objektif 40×.
- Dihitung jumlah sel bakteri dalam setiap kamar pada 5 kotak ke bawah dibantu dengan alat hitung manual.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Lingkungan
Pada gambar
dilihat bahwa warna air pada kanal adalah hitam pekat, menandakan kondisi perairan
yang telah tercemar. Jika mengamati area sekitar kanal, maka dapat ditemukan
sampah-sampah yang berserakan, artinya kanal tersebut telah menjadi tempat
pembuangan sampah oleh warga permukiman. Selain itu, diketahui bahwa kanal tersebut
merupakan muara dari limbah-limbah rumah tangga. Adapun upaya pemerintah dalam
menangani kondisi kanal yang telah tercemar berat adalah dengan menggunakan
ekskavator sebagai pengangkut sampah dari dalam air. Penanganan tersebut masih
dalam proses sehingga ketika dilakukan pengambilan sampel air, tampak bahwa
parameter fisik air masih menunjukkan warna hitam pekat disertai aroma yang
tidak sedap.
B. Standard Plate Count (SPC)
Pada metode SPC,
mula-mula dilakukan pengenceran sampel dengan mengambil hasil pengenceran 10-7,
10-8, dan 10-9 untuk memperoleh jumlah koloni yang lebih
kecil sehingga memudahkan perhitungan. Gambar a merupakan media untuk pengenceran 10-7, menunjukkan
hasil berupa jumlah koloni yang sangat banyak sehingga bersifat TBUD (Terlalu
Banyak Untuk Dihitung). Adapun gambar b
merupakan hasil inkubasi pengenceran 10-8 yang ditumbuhi 2 buah
koloni. Jumlah koloni tersebut tergolong sangat sedikit jika dibandingkan
dengan media pengenceran sebelumnya (10-7). Sedangkan gambar c yang merupakan hasil pengenceran 10-9
hanya menampakkan pertumbuhan 1 buah koloni. Data yang telah dipaparkan
menunjukkan hasil yang diperoleh tidak baik, diduga karena adanya kesalahan
teknik dalam proses pengenceran seperti teknik homogenisasi dalam
penginokulasian yang tidak tepat atau telah terjadinya kontaminasi pada media
pertama. Adanya jumlah koloni yang tidak memenuhi syarat perhitungan SPC
menyebabkan perhitungan jumlah bakteri menggunakan rumus SPC tidak dapat
dilakukan.
C. Most Probable Number (MPN)
Pada metode MPN,
enumerasi bakteri dilakukan berdasarkan pada hasil uji positif pada ketiga seri
tabung berisi media Lactose Broth (LB)
yang telah dicampurkan dengan sampel air. Selain itu digunakan tabung Durham
sebagai alat penangkap gas yang akan menjadi indikator adanya aktivitas
mikroorganisme. Adapun dari ketiga seri, yakni seri A, B, dan C, tampak bahwa
ketiga seri menunjukkan hasil positif. Hal tersebut didasarkan pada perubahan
warna yang terjadi pada seluruh tabung, yakni dari media LB yang berwarna hijau
berubah menjadi warna kuning, menandakan terbentuknya suasana asam. Selain itu,
adanya aktivitas bakteri dalam media diindikasikan dengan tertampungnya gas
dalam tabung Durham. Diketahui bahwa aktivitas fermentasi yang dilakukan oleh
bakteri membentuk gas serta suasana asam. Menurut Litaay, dkk. (2007), hal ini
mengindikasikan adanya bakteri golongan coliform pada sampel air tersebut,
sebab kelompok bakteri coliform mempunyai kemampuan untuk memfermentasikan laktosa
membentuk asam dan gas. Adapun menurut Sari dan Apridamayanti (2014)
terbentuknya gas dan perubahan warna ini belum dapat memastikan adanya coliform
di dalam sampel sebab LB dapat pula difermentasi oleh bakteri selain coliform.
Namun, terbentuknya gas tersebut dapat digunakan sebagai dasar pengujian berikutnya,
yakni uji penegas, untuk mendeteksi keberadaan bakteri coliform fekal.
Hasil uji positif
dari ketiga seri membentuk kombinasi 3.3.3.
Dari kombinasi tersebut, dapat ditentukan nilai MPN, sebagai berikut:
Jumlah sel = Nilai MPN × 1/faktor pengenceran tengah
= 24 × 1/10-2
= 2,4 × 103
sel/ml
D. Biological Oxygen Demand (BOD)
Prinsip perlakuan:
MnSO4
+ NaOH + KI
- MnSO4 bereaksi dengan basa (-OH) dari NaOH membentuk endapan Mn(OH)2.
- Mn(OH)2 bersifat basa kuat (tidak stabil) sehingga akan dioksidasi oleh O2 yang terlarut dalam sampel, menjadi Mn(OH)3.
- Banyaknya Mn(OH)3 yang terbentuk ekuivalen dengan banyaknya O2 dalam sampel.
NaOH
+ KI + H2SO4
- Larutan diasamkan menggunakan H2SO4 sehingga Mn(OH)3 larut dan melepaskan Mn2+ (kuning bening).
- Ion Mn2+ bersifat oksidator kuat sehingga mengoksidasi ion iodida (I) menjadi I2 bebas.
I2
dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
- Iodium dan amilum membentuk senyawa berwarna biru.
- Ikatan iodium dan amilum tidak kuat sehingga mudah lepas dan bereaksi kembali dengan Na2S2O3.
Uji BOD dilakukan
untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
tersebut melalui reaksi biokimia oleh organisme hidup. Adapun dalam
pelaksanaannya, penambahan MnSO4 dan NaOH + KI membentuk endapan
putih Mn(OH)2. Endapan tersebut terbentuk karena tidak terjadinya
ikatan antara MnSO4 dan O2, artinya tidak terdapat
oksigen dalam sampel air. Hasil tersebut menyatakan tingkat pencemaran yang
tinggi pada sumber perairan, yakni kanal di samping Masjid Al-Markaz. Ketiadaan
oksigen menunjukkan keberadaan limbah organik pada perairan sehingga terjadilah
proses degradasi bahan pencemar oleh bakteri menggunakan oksigen.
E. Perhitungan dengan Hemasitometer
Metode
hemasitometer merupakan metode enumerasi bakteri secara langsung di mana
dilakukan perhitungan jumlah individu sel dalam ruangan kubus hemasitometer.
Hasil perhitungan tersebut kemudian akan diolah dalam rumus. Adapun dari hasil
perhitungan didapatkan jumlah 182 individu sel bakteri. Maka,
Jumlah sel = 5 . n
× 104
= 5 . 182 × 104
= 910 × 104
= 9,1 × 106
sel/mL
Diana,
N., 2013. Potensi Bakteri Enterobacter
agglomerans sebagai Biosorben Logam Berat Timbal (Pb). Skripsi. UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Effendi,
H., 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Fardiaz,
S., 1992. Polusi Air dan Udara.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Goldman,
E. & Green, L.H., 2009. The Family Enterobacteriaceae. Practical Handbook of Microbiology, 2nd Edition. CRC Press, Taylor &
Francis Group, New York.
Mardhiya,
I.R., Surtono, A., & Suciyati, S.W., 2018. Sistem Akuisisi Data Pengukuran
Kadar Oksigen Terlarut pada Air Tambak Udang Menggunakan Sensor Dissolved Oxygen (DO). Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika, 6(1), pp.133-140.
Prasetya,
Y.A., 2019. Bakteriologi I: Penuntun
Praktikum Teknologi Laboratorium Medik. CV. Penebit Qiara Medis, Pasuruan.
Sari,
R. & Apridamayanti, P., 2014. Cemaran Bakteri Eschericia coli dalam Beberapa Makanan Laut yang Beredar di Pasar
Tradisional Kota Pontianak. Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(2), pp.14-19.
Septiawan,
M., Sedyawati, S.M.R., & Mahatmanti, F.W., 2014. Penurunan Limbah Cair
Industri Tahu Menggunakan Tanaman Cattail dengan Sistem Constructed Wetland. Indonesian Journal of Chemical Science, 3(1), pp.22-27.
0 Comment:
Post a Comment